Tarif Cukai Meroket Lagi, Ini Perkiraan Harga Rokok Tembakau yang Akan Melejit pada 2023 dan 2024
- ANTARA
"Kita lihat kenapa penerimaan CHT kita relatif cukup stabil dan tetap kuat dari tahun ke tahun, karena memang dalam konteks ini perokok itu masih bertambah," kata Febrio.
Selanjutnya, keempat, aspek penanganan rokok ilegal, dimana mitigasi risiko penting dilakukan untuk mencegah peredaran produk rokok ilegal, sehingga ekosistem industri tembakau di dalam negeri dapat lebih sehat.
"Kabar baiknya, dalam beberapa tahun terakhir (rokok ilegal) berhasil kita turunkan cukup signifikan, dan aparat penegak hukum di lapangan perlu dapatkan dukungan dan pemda juga gunakan aturan CHT-nya untuk menambah penegakan hukum," kata Febrio.
Seperti diketahui, pemerintah memutuskan menaikkan tarif CHT untuk rokok sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024, yang akan berbeda sesuai dengan golongan meliputi Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Putih Mesin (SPM), dan Sigaret Kretek Tangan (SKT).
"Rata-rata 10 persen, nanti akan ditunjukkan dengan SKM I dan II yang nanti rata-rata meningkat antara 11,5 hingga 11,75 (persen), SPM I dan SPM II naik di 12 hingga 11 persen, sedangkan SKT I, II, dan III naik 5 persen," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Kenaikan Rokok Elektrik
Kenaikan harga rokok tidak hanya berlaku bagi CHT, namun juga rokok elektrik dan produk hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL).
Sri Mulyani mengungkapkan kenaikan tarif cukai akan terus alami kenaikan setiap tahunnya selama lima tahun kedepan. Setiap tahunnya akan naik 15 persen untuk rokok elektrik, sementara untuk HPTL akan naik sebanyak 6 persen.
“Hari ini juga diputuskan untuk meningkatkan cukai dari rokok elektronik yaitu rata-rata 15 persen untuk rokok elektrik dan 6 persen untuk HPTL. Ini berlaku, setiap tahun naik setiap tahun naik 15 persen, selama 5 tahun ke depan,” ungkap Sri Mulyani.
![]()
Ilustrasi Rokok Elektrik. (Ist)
Semua kenaikan harga ini ditetapkan melalui beberapa pertimbangan. Selain pertimbangan diatas, Menteri Keuangan juga menyebutkan bahwa rokok menjadi konsumsi rumah tangga terbesar kedua setelah beras. Bahkan, konsumsi rokok di Indonesia melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam.
“Yang kedua mengingat bahwa konsumsi rokok merupakan konsumsi kedua terbesar dari rumah tangga miskin aitu mencapai 12,21 persen untuk masyarakat miskin perkotaan dan 11,63 persen untuk masyarakat pedesaan. Ini adalah kedua tertinggi setelah beras, bahkan melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam, serta tahu, tempe yang merupakan makanan-makanan yang dibutuhkan oleh masyarakat,” jelasnya.
Load more