Tanggapi Pengangkatan Suhartoyo Sebagai Ketua MK, HMI Minta MK Taati PTUN: Fondasi Utama Legitimasi Kekuasaan
- Istimewa
Penerbitan SK baru dengan substansi identik berpotensi dikualifikasi sebagai ultra vires (melampaui kewenangan), dan detournement de pouvoir (penyalahgunaan tujuan kewenangan).
Selain itu, berdasarkan PMK No. 1 Tahun 2023, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) adalah perangkat etik yang kewenangannya terbatas pada pemeriksaan dan penjatuhan sanksi etik. Lalu, tidak memiliki kewenangan administratif atau konstitusional untuk menentukan jabatan Ketua MK.
Menggunakan putusan etik sebagai dasar administratif berpotensi mencampuradukkan dua rezim hukum yang berbeda yakni etik dan tata usaha negara.
"Pasal 24C ayat (4) UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi. Konsekuensinya, tidak ada mekanisme lain di luar Rapat Pleno Hakim (RPH) yang sah secara konstitusional," tutur Rifyan.
"Setiap pengangkatan pimpinan MK harus dapat ditelusuri legitimasinya melalui prosedur tersebut," lanjut dia.
Jika persoalan ini tidak ditangani, berpotensi terjadi erosi supremasi hukum, yakni bahwa putusan pengadilan kehilangan daya ikat substantif. Lalu, krisis legitimasi MK bahwa kepercayaan publik terhadap MK sebagai penjaga konstitusi melemah. Sehingga, dapat dijadikan contoh oleh lembaga negara lain, terutama oleh masyarakat untuk boleh tidak patuh terhadap putusan pengadilan.
"Menjadi preseden berbahaya, yaitu lembaga negara lain dapat meniru praktik menghindari amar putusan pengadilan. Instabilitas Ketatanegaraan, yakni konflik antar-lembaga dan delegitimasi institusi yudisial," jelas Rifyan.
Atas itu, kata Rifyan, pihaknya merekomendasikan agar Mahkamah Konstitusi melaksanakan Putusan PTUN No. 604/G/2023/PTUN.JKT berdasarkan amar putusan. Kemudian, memastikan setiap pengangkatan pimpinan MK harus sesuai konstitusi dan undang-undang.
Lalu DPR RI, diharapkan melakukan pengawasan konstitusional. Yakni mendorong penyempurnaan regulasi internal MK dan mekanisme eksekusi putusan PTUN.
"Memastikan tidak lagi melahirkan putusan yang hanya mengejar kuantitas putusan tanpa mengutamakan kualitas putusan yang disandarkan pada konstitusi untuk menghindari disintegritas bangsa dan negara," jelasnya.
Selanjutnya, meminta Presiden Prabowo Subianto untuk menjaga harmonisasi antar-lembaga negara dan mendorong kepatuhan terhadap prinsip negara hukum. Mendorong Presiden untuk mengambil sikap tegas berkaitan adanya polemik Surat Keputusan Pengangkatan Ketua MK, maupun beberapa putusan MK yang melanggar konstitusi, dan kini telah menimbulkan kontroversi bahkan membawa dampak perpecahan ditengah masyarakat, maka demi keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara harus segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mengganti semua hakim konstitusi.
Load more