Tanggapi Pengangkatan Suhartoyo Sebagai Ketua MK, HMI Minta MK Taati PTUN: Fondasi Utama Legitimasi Kekuasaan
- Istimewa
Jakarta, tvOnenews.com - Mahkamah Konstitusi (MK) diminta menjadi teladan dalam menaati putusan pengadilan. Termasuk yang diputuskan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan nomor putusan No. 604/G/2023/PTUN.JKT, yang membatalkan pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK.
Hal ini dinyatakan Ketua Bidang Hukum, Pertahanan, dan Keamanan, Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Rifyan Ridwan Saleh, dalam Forum Gerakan untuk Rakyat (Guntur), Tebet, Jakarta Selatan, Senin, 15 Desember 2025.
Kegiatan itu bertema "The Guardian of The Constitution: Eksaminasi Surat Keputusan Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia".
Hadir dalam acara itu Ketua BPN PBHI Julius Ibrani, Pakar hukum tata negara Muhammad Rullyandi, Guru Besar Ilmu Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Zainal Arifin Hoesein, dan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Esa Unggul Juanda.
"Sebab ketaatan pada hukum dan putusan pengadilan adalah fondasi utama legitimasi kekuasaan," kata Rifyan.
Mahkamah Konstitusi, lanjut dia, sebagai penjaga konstitusi justru memiliki kewajiban moral dan konstitusional tertinggi untuk menjadi teladan dalam menjunjung prinsip tersebut.
"Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan guardian of the constitution, yang legitimasi dan kewibawaannya sangat bergantung pada kepatuhan terhadap hukum dan putusan pengadilan. Putusan PTUN Jakarta yang membatalkan SK No. 17/2023 menegaskan bahwa keputusan administratif MK tunduk pada prinsip hukum administrasi negara dan elaksanaan putusan pengadilan harus dilakukan secara substantif, bukan sekadar administratif-formal," papar Rifyan.
"Namun, terbitnya SK No. 8/2024 (oleh MK) menimbulkan persepsi publik bahwa terdapat penghindaran amar putusan pengadilan, yang berpotensi menciptakan krisis konstitusional dan krisis legitimasi kelembagaan," imbuhnya.
Menurutnya, Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menegaskan Indonesia sebagai negara hukum. Lalu, Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menjamin kepastian hukum yang adil. Sehingga, putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap merupakan perintah hukum, bukan sekadar rekomendasi.
"Res judicata pro veritate habetur artinya putusan hakim harus dianggap benar," ucap Rifyan.
Kemudian, dalam hukum administrasi negara, pembatalan keputusan tata usaha negara menuntut pemulihan keadaan hukum seperti sebelum keputusan yang dibatalkan diterbitkan. Lalu, larangan menerbitkan keputusan baru yang secara substansial sama dengan keputusan yang telah dibatalkan.
Load more