Guru Besar Hukum UI Nilai Kasus Ira Puspadewi Bukan Korupsi: Ini Risiko Investasi, Bukan Niat Jahat!
- istimewa - antaranews
Jakarta, tvOnenews.com - Keputusan Presiden RI, Prabowo Subianto, menerbitkan surat rehabilitasi bagi mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi, kembali menghangatkan perdebatan mengenai kualitas penegakan hukum dan akurasi penanganan perkara korupsi di Indonesia.
Guru Besar Hukum Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menilai kasus akuisisi PT Jembatan Nusantara yang menjerat Ira dan dua pejabat ASDP lainnya tidak semestinya masuk kategori tindak pidana korupsi.
“Ya jadi gini, pertama ya, ini pasti ada perdebatan antara dari pihak KPK dan dari pihak Bu Ira,” ujar Hikmahanto saat dihubungi tvOnenews.com, Rabu (26/11/2025).
Menurutnya, tudingan kerugian negara dalam perkara tersebut justru mengarah pada pihak penjual kapal atau saham, bukan pada keputusan direksi ASDP.
Ia menekankan bahwa dalam proses akuisisi, seharusnya sudah ada tim internal yang melakukan pemeriksaan teknis.
“Itu kan sebenarnya dari pihak yang menjual kapal-kapal itu. Tapi kan KPK bilang, enggak, ini nggak melakukan pemeriksaan, tapi kok langsung larinya ke siapa? Bu Ira,” katanya.
Hikmahanto menyoroti peran hakim yang disebutnya terlihat hanya mengikuti konstruksi jaksa.
“Yang jadi masalah itu adalah harusnya hakim yang memutus. Tapi kan hakim memutus, ya pokoknya menyetujui apa yang ditentukan oleh Jaksa Penuntut,” ucapnya.
Dengan kapasitasnya sebagai ahli hukum bisnis, ia menegaskan bahwa keputusan ASDP dalam akuisisi perusahaan adalah bagian dari risiko usaha, bukan tindakan kriminal.
“Kalau menurut saya itu mungkin risiko investasi, bukan korupsi, tidak pidana korupsi. Karena kalau saya lihat dari kasusnya itu, tidak ada niat jahat dari Ibu Ira,” tegasnya.
Ia menambahkan, bila pun terjadi kerugian, mekanisme perdata lebih tepat digunakan.
“Iya, kalaupun ada kerugian-kerugian ini, perdata ya, dituntut saja. Secara perdata, di pengadilan perdata,” ucapnya.
Hikmahanto juga mempertanyakan siapa pihak yang diuntungkan dari transaksi itu, mengingat tidak ada aliran dana ke Ira Puspa Dewi.
“Pertanyaan, siapa yang diuntungkan? Bu Ira sendiri nggak diuntungkan. Pertanyaannya adalah, apakah uang itu kembali ke Ibu Ira? Harusnya kan ada meeting of mind,” katanya.
Rehabilitasi diberikan kepada tiga terpidana dalam perkara nomor 68/PISUS/DPK/2025, yakni Ira Puspa Dewi, Muhammad Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Tjaksono.
Presiden Prabowo menandatangani keputusan tersebut setelah DPR RI menyerahkan kajian atas jalannya persidangan.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, memastikan bahwa keputusan diambil setelah pemerintah menerima masukan publik dan rekomendasi Komisi Hukum DPR.
“Pada hari ini Presiden RI Bapak Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi terhadap tiga nama tersebut,” kata Dasco di Kantor Presiden, Selasa (25/11/2025).
Kasus ini bermula dari keputusan bisnis direksi ASDP pada 2019–2022 dalam kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara. (agr/muu)
Load more