Hidup di Rumah 2x3 Meter, Warga Tanah Tinggi Jakpus Ini Tak Pernah Rasakan PKH: Bansos Juga Tidak...
- tvOnenews.com/Julio Trisaputra
Jakarta, tvOnenews.com – Hidup di Jakarta memang bukan perkara mudah. Di gang sempit Jalan Kramat Pulo Gundul, Tanah Tinggi, Johar Baru, matahari nyaris tak mampu menembus celah-celah dinding rumah petak.
Bau apek menyeruak, seolah menjadi identitas lorong padat penduduk itu. Anak-anak masih bisa berlarian riang, tertawa tanpa beban meski tak tersentuh cahaya.
Dari pintu rumah yang terbuka, tampak jelas aktivitas penghuni yang tinggal di ruang sepetak. Seorang wanita memasak di kamar berukuran 2x3 meter; kepulan asap menempel di dinding kusam, ruang yang sekaligus jadi tempat tidur, dapur, dan ruang keluarga.
Di rumah kontrakan sempit itulah Rahmawati (bukan nama sebenarnya), 48 tahun, tinggal bersama keluarganya. Sudah bertahun-tahun ia berjuang hidup di Jakarta, tetapi bantuan pemerintah nyaris tak pernah menyentuhnya.
“Enggak, biarpun aku anaknya sekolah juga enggak dapat. SMK anak saya, dari SD sampai SMK nggak pernah dapat bantuan, hanya KJP doang,” ujarnya kepada tvOnenews.com, Jumat (19/9).
Rahmawati mengaku tak pernah merasakan Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai (BLT), maupun bansos dari pos.
“Saya nggak pernah dapat yang namanya PKH, bansos, BLT, nggak pernah,” tegasnya.
Kepada tvOnenews.com, dia mengaku telah mencoba melapor ke pihak RW, namun hasilnya nihil.
“Pernah sih, tapi katanya disuruh daftar sendiri pakai aplikasi. Disuruh daftar pakai hp, kalau saya enggak bisa, saya nggak paham jadinya nggak dapat bantuan. Disuruh daftar mandiri, kalau pun daftar juga belum tentu dapat, harus dapat rekomendasi dari RT,” keluhnya.
![]()
Suasana di kawasan permukiman padat penduduk, Tanah Tinggi, Jakarta Pusat, Jumat (19/9). (Foto: tvOnenews.com/Julio Trisaputra)
Ironisnya, ia justru melihat ada warga lain yang menerima bantuan ganda, sementara dia yang hidupnya sudah nelangsa diabaikan oleh pemerintah.
“Kaya bantuan beras pun aku nggak pernah dapat. Yang dapatnya dobel-dobel ya ada, tapi saya gak dapat,” katanya dengan nada getir.
Rahmawati, yang mengaku orang Jawa dengan KTP Jakarta, kini hanya mengandalkan KJP untuk anaknya. Sementara untuk bertahan hidup, ia harus membayar kontrakan Rp800 ribu per bulan di ruang sempit itu.
“Saya ngontrak di sini, sebulan 800 ribu,” ucapnya lirih.
Satu-satunya bantuan yang pernah ia terima hanyalah saat pandemi Covid-19 pada tahun 2020 yang lalu.
“Saya dapatnya cuma dulu waktu Corona, yang dari (Presiden) Jokowi. Eh nggak dapat lagi, katanya saya punya sangkutan bank, punya utang sama bank, jadi enggak dapat lagi,” jelasnya.
Di tengah hiruk pikuk kota, kisah Rahmawati menggambarkan potret getir warga miskin Jakarta; hidup di ruang sempit, mengandalkan bantuan yang tak kunjung tiba, dan terus berjuang dengan harapan esok hari akan lebih baik. (agr/dpi)
Load more