Debat Sengit Wamenkum Eddy dan Harus Azhar soal RUU KUHAP, Soroti Perlindungan HAM dan Peran Advokat
- Istimewa
Jakarta, tvOnenews.com – Wakil Menteri Hukum RI, Edward O. S. Hiariej, dan aktivis HAM Haris Azhar berdebat sengit soal RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Sabtu (9/8/2025).
Diskusi yang digelar di Masjid Baitul Qohar ini menyoroti pentingnya perlindungan HAM dan peran advokat dalam sistem hukum acara pidana.
Eddy menegaskan, RUU KUHAP dirancang untuk menyeimbangkan kepentingan pelapor dan terlapor, sekaligus mencegah kriminalisasi warga.
“Advokat harus sederajat dengan polisi dan jaksa. Setiap orang yang diproses hukum wajib didampingi advokat sejak penyelidikan, dengan hak mengajukan keberatan yang dicatat secara transparan,” jelas Eddy.
Eddy menerangkan, dalam hal ini, peran advokat sangat sentral. Sebab, semua proses mulai seseorang dipanggil untuk klarifikasi atau keterangan, hingga tahap penyelidikan naik ke penyidikan, harus didampingi oleh advokat.
"Advokat tidak hanya duduk diam di situ. Satu, dia berhak mengajukan keberatan. Kedua, keberatan itu dicatatkan dalam berita acara sehingga penyelidikan itu akan terlihat oleh umum,” ucap Eddy.
Di sisi lain, Haris Azhar menyoroti kelemahan KUHAP saat ini yang dinilai ketinggalan zaman dan kurang mengakomodasi restorative justice.
Ia mengusulkan laporan fakta pada tahap penyelidikan untuk mengungkap kebenaran, baik perkara dilanjutkan atau dihentikan, sebagai standar kaidah baru dalam KUHAP.
"Dia harus berbasis kepada kebenaran, ada truth yang diungkap, meskipun dia masih di penyelidikan, karena penyelidikan pun sudah makan duit negara. Dilanjutkan atau dihentikan atas dasar ketiadaan alat bukti atau karena dia restorative justice, maka dia harus memproduksi suatu laporan truthnya itu, faktanya. Bisa tidak dia menjadi suatu standar kaidah yang masuk dalam KUHAP yang akan diterbitkan segera ini?” kata Haris Azhar.
Eddy menyambut baik usulan Haris. Ia menegaskan bahwa pengungkapan kebenaran diperlukan untuk kepastian hukum dan membatasi penyalahgunaan restorative justice.
Ia juga memastikan bahwa pemerintah dan DPR terbuka menerima masukan masyarakat melalui Rapat Dengar Pendapat Umum, dengan catatan rinci atas setiap aspirasi
“Semua masukan diinventarisasi, dipertimbangkan, dan dijelaskan secara transparan mengapa diterima atau ditolak. Ini adalah wujud partisipasi yang bermakna,” tutup Eddy.
Load more