Jakarta, tvOnenews.com - Pengamat hukum dan politik, Pieter C Zulkifli menilai vonis ringan koruptor timah, Harvey Moeis, menjadi catatan buruk penegakan hukum di akhir 2024.
Dia menyebut hukuman ringan itu dinilai telah mencoreng komitmen Presiden RI Prabowo Subianto dalam memberantas korupsi.
Mantan Ketua Komisi III DPR ini bahkan mengaku curiga terhadap proses penyidikan hingga penerapan pasal-pasal dalam penanganan kasus Harvey.
“Penerapan pasal TPPU (tindak pidana pencucian uang) mutlak harus dilakukan karena unsur TPPU sudah memenuhi syarat dalam kasus korupsi timah ini,” kata Pieter kepada media, Jumat (3/1/2025).
"Dan mengapa penerapan hukumnya terasa begitu lunak? Integritas para penegak hukum pun kembali dipertanyakan,” sambungnya.
Selain itu, dia juga menyoroti jaksa penuntut dan pengadilan yang terkesan tidak mendalami perkara dengan tidak mengungkap aktor besar di balik operasi tambang ilegal.
Menurut Pieter, vonis ringan Harvey ini justru menimbulkan spekulasi bahwa ada kesepakatan antara jaksa, hakim, dan para terdakwa.
"Jika proses hukum sejak penyidikan sudah bermasalah maka hasil akhirnya, termasuk vonis, sulit diharapkan mencerminkan keadilan,” tegas Pieter.
Atas hal ini, dia menekankan perlunya reformasi sistem hukum di Indonesia, khususnya dalam kasus TPPU. Menurutnya, pemerintah harus memiliki regulasi yang tegas untuk koruptor. Dia menyebut aset-aset terdakwa harus bisa ditelusuri dan disita negara.
“Pembuktian terbalik harus menjadi instrumen utama untuk memastikan bahwa setiap aset yang diperoleh dari hasil tindak pidana dapat dikembalikan kepada negara,” jelasnya.
Pieter menambahkan penegakan hukum tidak boleh hanya fokus pada individu tertentu seperti Harvey, tetapi juga kepada seluruh aktor utama dan sistem yang mendukung praktik korupsi.
Dia menyebut Prabowo butuh langkah nyata untuk memberantas korupsi.
“Tanpa langkah nyata, korupsi besar seperti kasus timah ini hanya akan menjadi episode berikutnya dalam drama panjang ketidakadilan di Indonesia,” tutup Pieter. (saa/raa)
Load more