Penguasa dengan pikiran yang majal, misalnya akan memahami lalat sebagai tak hanya harus digusah, tapi mesti disemprot pestisida. Mereka sebenarnya marah pada wajah yang ditampilkan di cermin, namun dengan salah sangka memecahkannya karena “sang cermin” telah menampilkan wajahnya yang sebenarnya. Seperti kata tamsil, buruk muka, cermin dibelah.
Maka ancaman kekerasan fisik tetap sesuatu yang akrab bagi wartawan, di Meksiko, Jakarta mau pun di pedalaman Sulawesi Tenggara. Wartawan yang tengah meliput sebuah diskusi Generasi Muda Partai Golkar di Jakarta tiba tiba diserang centeng yang merangsek ke lokasi acara.
Baru baru ini polisi mengungkap kasus penikaman seorang wartawan lokal di Baubau oleh orang suruhan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Buton Selatan. Sekdis, otak penikaman, mengaku menyuruh membunuh hanya karena kesal dengan berita berita yang ditulis korban. Ia tak merasa cara untuk mengatasi persoalan adalah dengan memperbaiki kinerjanya terus menerus, bukan “memecahkan” cerminnya.
Demikian, anakku, Alika, jalan yang akan engkau tempuh memang bukan jalan yang lempang, maafkan jika ayahmu terus terusan cemas.
(Ecep Suwardaniyasa)
Load more