Jurnalisme & Anakku, Alika
- tim tvonenews
Pada bulan ini 27 tahun lalu, misalnya, kantor PDIP yang diduduki berhari hari oleh pendukung Megawati Soekarnoputri diserbu oleh tentara yang menyamar. Bentrok sengit yang menjadi titik api perlawanan pertama yang lebih frontal pada kekuasaan Presiden Soeharto. Desas desus beredar, ada banjir darah, ada laporan ratusan korban tewas --yang kabarnya langsung dievakuasi tentara.
Namun, sebuah berita di Majalah Forum membuktikan sebaliknya. Lukas Luwarso, nama wartawan itu, ketika suatu pagi masuk ke kantor sesaat setelah penyerbuan tak menemukan sesuatu yang mengerikan. Meski ia seorang aktivis yang aktif ingin ikut mendongkel Soeharto, ia memberitakan apa adanya. Fakta hal yang suci bagi wartawan, dengan menjaganya, integritas jurnalistik Lukas tak terusik oleh afirmasi perjuangannya. Kita kini mungkin membacanya dengan mudah, tapi ketika engkau mengalaminya suatu saat kelak, percayalah itu sebuah pergulatan batin yang sulit.
Anakku, Alika, tanpa engkau ketahui, ayah sering melihatmu dari jauh saat menulis di depan komputer-- mungkin tengah merangkai kata, atau berpikir keras untuk memahami peristiwa --, sambil membayangkan skema pers macam apa yang akan engkau hadapi saat ini.
Bertindak profesional memang bisa punya resiko. Menulis berita yang jujur, apa adanya, sesuai fakta, tak ingin tulisan hanya sebagai “bedak” untuk menutup “bopeng” muka penguasa, membuat wartawan pada akhirnya berperan seperti “lalat pengganggu”.
Penguasa dengan pikiran yang majal, misalnya akan memahami lalat sebagai tak hanya harus digusah, tapi mesti disemprot pestisida. Mereka sebenarnya marah pada wajah yang ditampilkan di cermin, namun dengan salah sangka memecahkannya karena “sang cermin” telah menampilkan wajahnya yang sebenarnya. Seperti kata tamsil, buruk muka, cermin dibelah.
Maka ancaman kekerasan fisik tetap sesuatu yang akrab bagi wartawan, di Meksiko, Jakarta mau pun di pedalaman Sulawesi Tenggara. Wartawan yang tengah meliput sebuah diskusi Generasi Muda Partai Golkar di Jakarta tiba tiba diserang centeng yang merangsek ke lokasi acara.
Baru baru ini polisi mengungkap kasus penikaman seorang wartawan lokal di Baubau oleh orang suruhan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum Buton Selatan. Sekdis, otak penikaman, mengaku menyuruh membunuh hanya karena kesal dengan berita berita yang ditulis korban. Ia tak merasa cara untuk mengatasi persoalan adalah dengan memperbaiki kinerjanya terus menerus, bukan “memecahkan” cerminnya.
Load more