Anggota DPRD Kota Surabaya Tanggapi Surabaya “Rawan” Peredaran Narkoba
- Istimewa
tvOnenews.com - Isu peredaran narkoba di Surabaya bukan lagi sekadar kabar angin. Badan Narkotika Nasional (BNN) baru-baru ini merilis peta kerawanan narkoba yang menempatkan sejumlah titik di Kota Pahlawan masuk kategori “rawan”. Dua kelurahan yang menjadi sorotan adalah Balongsari dan Benowo. Predikat ini sontak memantik perhatian publik sekaligus menimbulkan pertanyaan besar: apa arti “rawan” itu dan langkah apa yang akan diambil pemerintah setelah label tersebut disematkan?
BNN secara rutin melakukan survei Indeks Kerawanan Narkoba (IKRN). Prosesnya melibatkan aparat desa, tokoh masyarakat, hingga warga sebagai responden. Hasil survei menentukan apakah suatu wilayah masuk kategori aman, siaga, waspada, atau rawan. Dari survei terakhir, sebagian besar kelurahan di Surabaya masih tergolong aman. Namun, tidak sedikit pula yang masuk kategori perlu diwaspadai.
Menurut dr. Michael Leksodimulyo, anggota DPRD kota Surabaya. Surabaya seharusnya tidak menjadi lahan subur peredaran narkoba. Apalagi, kota ini sebelumnya berhasil menutup kawasan prostitusi terbesar dan dikenal sebagai kota ramah anak. Ironisnya, kini justru banyak anak muda Surabaya yang terjerat narkoba.
Surabaya sendiri telah memiliki program Kampung Ramah Perempuan dan Anak sebagai upaya menciptakan lingkungan yang aman bagi tumbuh kembang generasi muda. Namun, kondisi ekonomi yang kian menurun disebut menjadi salah satu penyebab anak-anak terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba.
“Anak-anak mengalami stres akibat orang tua kehilangan pekerjaan. Mereka bingung mencari pelarian. Kebutuhan tak terpenuhi, uang tidak ada, akhirnya mereka melampiaskan dengan ngelem (menghirup aroma lem). Dari sinilah awal mereka mengenal narkoba,” ungkap dr. Michael saat ditemui usai wawancara dengan tvOne.
Fenomena ini kemudian dimanfaatkan para pengedar. Saat melihat anak-anak bisa menikmati zat adiktif seperti lem atau bensin, mereka dijadikan target untuk direkrut. Modusnya, anak-anak dipakai sebagai kurir kecil-kecilan. Upah yang diberikan bukan uang, melainkan narkoba dalam dosis kecil. Lambat laun, mereka pun kecanduan. Tragisnya, praktik ini bahkan bisa terjadi di lingkungan sekolah.
Data BNN Kota Surabaya dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan tren mengkhawatirkan. Kasus penyalahgunaan maupun peredaran narkoba melonjak tajam. Jika sebelumnya hanya puluhan kasus per tahun, kini jumlahnya sudah menembus ratusan.
Lonjakan ini bisa ditafsirkan dari dua sisi. Pertama, memang ada peningkatan pengguna dan jaringan pengedar. Kedua, aparat semakin gencar sehingga lebih banyak kasus terungkap. Dua-duanya mungkin benar. Namun, pesan utamanya jelas: narkoba semakin mengakar di Surabaya.
“Anak-anak yang sudah kecanduan dan berusaha bersih lewat rehabilitasi juga butuh dukungan sosial. Jangan dijauhi, justru harus dirangkul. Karena semakin mereka dijauhi, semakin besar peluang mereka ditarik lagi ke lingkaran narkoba. Itu akan membuat mereka semakin sulit lepas,” tambah dr. Michael.
Ia menegaskan, dukungan sosial menjadi kunci agar korban penyalahgunaan narkoba, agar tidak kembali terjerumus.(chm)
Load more