ADUPI dan Pemerintah Gelar Kick-Off Kajian Penguatan Daur Ulang Plastik Nasional
- IST
Jakarta, tvOnenews.com - Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), bersama Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Lembaga verifikasi KSO SCISI melakukan kunjungan ke industri daur ulang plastik di Jawa Timur dalam rangka Kick Off Kajian Supply–Demand dan Tata Kelola Bahan Baku Industri Daur Ulang Plastik di Indonesia, Jumat (13/6/2025).
Kunjungan dan kick-off kajian ini dilakukan mengingat kondisi persampahan di Indonesia yang darurat dan membutuhkan kolaborasi semua pihak dalam menyelesaikannya, khususnya Industri daur ulang yang selama ini berkontribusi besar dalam mengolah timbulan sampah plastik domestik. Kajian ini merupakan wujud komitmen anggota ADUPI yang diantaranya PT Astina Indah Abadi, PT Bumi Indus Padma Jaya, PT Fuyuan Plastic Industri, PT Haka Sentral Plastik, PT Hong Sheng Plastic Industry, PT Hua Chengda Indonesia, PT Japa Wasa Polimer, PT Pelita Mekar Semesta, PT Pradha Karya Perkasa, PT Pro Plastic Priman Extruder, PT Selamat Anugerah Indonesia dan PT Yixin Teknologi Plastik .
Kegiatan ini berlangsung di fasilitas PT. Pelita Mekar Semesta yang dimulai dari melihat proses daur ulang kemasan plastik pasca konsumsi menjadi biji plastik berkualitas dan juga beberapa produk akhir/jadi untuk keperluan pertanian dan keperluan lainnya. Rombongan kemudian mengikuti sesi pemaparan kajian (kick-off) di lokasi yang sama, sebelum dilanjutkan dengan kunjungan lapangan ke fasilitas PT. Bumi Indus Padma Jaya, industri yang melakukan daur ulang botol plastik menjadi output daur ulang yang berstandar food grade.
Kegiatan ini bertujuan membangun sinergi kebijakan antar-kementerian/lembaga dan pelaku industri dalam mendukung tata kelola pemenuhan kebutuhan bahan baku industri daur ulang plastik nasional dan memperkuat rantai pasok yang berbasis pada prinsip keberlanjutan serta perlindungan lingkungan. Forum ini menyoroti pentingnya sinergi kebijakan untuk menjaga keberlanjutan sektor daur ulang plastic nasional.
ADUPI mempercayakan KIBUMI sebagai konsultan pelaksana Kajian Supply–Demand dan Tata Kelola Bahan Baku Industri Daur Ulang Plastik Nasional.
Ketua Umum ADUPI, Christine Halim, menegaskan bahwa industri daur ulang plastik tidak mengimpor “sampah” seperti yang selama ini dipersepsikan keliru oleh sebagian pihak.
“Yang kami impor adalah bahan baku daur ulang yang telah melewati proses verifikasi ketat dan sesuai standar internasional. Terminologi ‘sampah’ yang disematkan justru menyulitkan kami,” ujar Christine.
Menurutnya, pelarangan impor tanpa ada solusi untuk peningkatan kualitas dan kuantitas bahan baku domestik menyebabkan penurunan kapasitas produksi, ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK), serta terganggunya keberlangsungan usaha industri daur ulang. Kondisi ini berdampak pada menurunnya kemampuan industri daur ulang nasional dalam mengelola timbulan sampah plastik domestik yang terus meningkat setiap tahunnya.
“Selama kajian berlangsung, kami harap pemerintah bisa memberikan relaksasi izin impor agar industri tetap berproduksi,” kata dia.
Pertumbuhan ekonomi secara langsung didorong oleh peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat, termasuk konsumsi terhadap barang-barang kebutuhan harian, yang mayoritasnya menggunakan kemasan plastik untuk menjaga kebersihan dan kualitas produk, yang berdampak langsung pada meningkatnya timbulan sampah plastik.
Indonesia saat ini berdasarkan data Sistem Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) menghasilkan timbulan sampah sebanyak 34,2 juta ton per tahun atau sekitar 93,7 ribu ton/ hari yang mana mayoritas hanya dikelola dengan pembuangan di TPA open dump, dikarenakan keterbatasan sarana prasarana dan infrastruktur persampahan nasional. Kondisi TPA open daumping yang telah overkapasitas menyebabkan banyak masalah Lingkungan, yang jika tidak ditanggulangi akan menyebabkan banyak masalah (lingkungan, kesehatan, sosial dan ekonomi.
Target 8% pertumbuhan Ekonomi Nasional yang dicanangkan Presiden Prabowo, berdampak secara linear dan signifikan terhadap penambahan timbulan sampah, dengan kondisi infrastruktur penanganan sampah yang terbatas, pemerintah membutuhkan peran strategis industri daur ulang, di mana saat ini industri daur ulang nasional merupakan sektor industri yang telah berkontribusi dalam mengurangi sampah plastik di Indonesia.
Data dari Kementerian Perindustrian, sepanjang tahun 2024, sebanyak 1,2 juta ton sampah plastik dalam negeri telah diolah menjadi berbagai produk bernilai tambah dengan kapasitas produksi mencapai 3,163 juta ton per tahun dan total produksi mencapai 1,276 juta ton dengan konversi bahan baku 80% dan persentase penyerapan bahan baku lokal mencapai 81%.
Deputi Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun BPLH/KLH, Ade Palguna Ruteka, menyampaikan bahwa KLH tetap berkomitmen memperkuat rantai pasok lokal melalui pemilahan sampah dari sumber, peningkatan kapasitas TPST, dan insentif bagi investasi teknologi daur ulang. “Kajian ini menjadi alat bantu penting untuk menyusun roadmap pengurangan ketergantungan pada bahan baku impor, dengan target pengurangan 70% sampah plastik pada 2030,” kata Ade.
Sementara itu, Direktur Pengurangan Sampah dan Pengembangan Ekonomi Sirkular KLH, Agus Rusli, menyebut bahwa pengelolaan sampah plastik menjadi isu global yang harus dijawab dengan kebijakan nasional berbasis data.
“Jika kita tidak bergerak, jumlah sampah plastik di laut bisa meningkat tiga kali lipat pada 2040. Ini soal komitmen terhadap SDGs dan masa depan lingkungan,” ujarnya.
Dukungan datang dari sektor pemerintah. Deputi Pengelolaan Sampah KLH, Ade Palguna Ruteka, menyambut positif inisiatif ADUPI. Ia menyebut kajian ini selaras dengan prioritas nasional untuk memperkuat ekonomi sirkular dan mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor.
“Namun penguatan sistem pemilahan dari sumber tetap menjadi kunci. Kita dorong revitalisasi TPST dan pemberdayaan koperasi serta UMKM dalam rantai pasok bahan baku lokal,” ucap Ade.
Pihak Kementerian Perindustrian, melalui Sekretaris Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil, Sri Bimo Pratomo, menyoroti bahwa industri daur ulang plastik telah menyerap 1,2 juta ton sampah plastik pada 2024, dengan kapasitas produksi nasional mencapai 3,1 juta ton per tahun. Namun utilitas industri ini turun menjadi 40% tahun lalu, imbas dari persoalan bahan baku. “Kalau bahan baku lokal bisa dikelola lebih baik, kita tidak perlu tergantung pada impor. Tapi sementara itu, impor tetap dibutuhkan,” katanya.
Yogo Dwiantoro dari Direktorat Impor Kementerian Perdagangan menjelaskan bahwa izin impor bahan baku hanya dapat diberikan kepada importir dengan API-P, dan setiap pengajuan harus disertai laporan verifikasi dari surveyor resmi yang ditunjuk pemerintah.
“Barang yang diimpor tidak boleh berasal dari landfill, tidak tercampur tanah, dan harus bebas kontaminasi,” katanya.
Menanggapi hal tersebut, Nurhayati Rachman dari KSO SCISI mengungkapkan bahwa hanya bahan baku daur ulang yang lolos verifikasi ketat yang bisa diterbitkan Surat Surveyor. Dari 41 komoditas yang diverifikasi, limbah plastik termasuk yang paling ketat.
“Kami menolak banyak permohonan karena barangnya tercemar, tercampur limbah rumah tangga, atau tidak homogen,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa tidak semua importir otomatis mendapat persetujuan masuk. Hanya bahan yang telah diverifikasi resmi dan memenuhi standar, termasuk batas toleransi material ikutan (impurities) maksimum dua persen untuk limbah non-B3 dari kelompok plastik dan kertas, yang dapat diloloskan sesuai dengan ketentuan regulasi.
CEO PT Pelita Mekar Semesta, William Wiranda, menyampaikan bahwa perusahaan siap memperkuat bahan baku lokal dengan membina sektor informal, bank sampah, dan TPS3R. Namun ia menekankan perlunya kepastian kebijakan.
“Tanpa solusi konkret, larangan impor bisa membuat industri kami kolaps. Kami berharap kajian ini membantu dalam proses pengambilan kebijakan yang realistis dan inklusif,” ujarnya.
Edy Supriyanto, Sekjen ADUPI, menegaskan bahwa industri siap bertransformasi namun tetap butuh dukungan kebijakan berbasis data.
“Impor adalah solusi jangka pendek, sambil kita bangun sistem lokal yang lebih kuat dan berkelanjutan,” katanya.
ADUPI berharap hasil kajian ini dapat dijadikan rujukan dalam penyusunan kebijakan lintas kementerian untuk mendukung keberlangsungan industri daur ulang plastik Indonesia yang berbasis prinsip keberlanjutan dan perlindungan lingkungan. (ebs)
Load more