Menurutnya, maraknya kasus perdagangan orang yang terjadi mendorong pemerintah untuk lebih waspada dan meningkatkan komitmen untuk memberantas TPPO.
Hal tersebut dikarenakan dampak negatif yang ditimbulkan dari perdagangan orang sangat dirasakan bagi korbannya yang dieksploitasi secara fisik, seksual, ekonomi maupun pemerasan dan manipulasi.
"Di banyak kasus yang terjadi, teknologi bahkan dimanfaatkan oleh pelaku dalam setiap fase eksploitasi, mulai dari perekrutan, pengiklanan korban, bahkan manajemen keuangan dari bisnis pelaku pun dilakukan secara online," tuturnya.
Menurut data yang dihimpun oleh Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), mencatat dari tahun 2020 sampai dengan tahun 2022, terdapat 1.418 kasus dan 1.581 korban TPPO yang dilaporkan.
Dari data tersebut menunjukkan sebanyak 96% korban perdagangan orang adalah perempuan dan anak. (rpi/aag)
Load more