Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) terus mewaspadai perubahan iklim yang terjadi akhir-akhir ini. Munculnya cuaca ekstrem berpotensi menghambat produksi pertanian. Sebab itu, Kementan sudah menyiapkan strategi untuk menghadapi cuaca atau iklim ekstrem tahun ini. Yakni percepatan musim tanam dan menyamakan validasi cuaca dengan BMKG.
“Selama ini, kita selalu masalah cuaca dan hama. Karena itu, kita lakukan mapping serta kerja sama dengan BMKG. Yang pasti kita terus bergerak cepat. Mudah mudahan ini bisa berjalan dengan baik dan bukan hanya beras yang terpenuhi, tapi komoditas lain selalu tersedia," ujar Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), Minggu (19/2/2023).
Dikatakannya, keberhasilan Indonesia dalam menjaga ketersediaan pangan pada 2022 adalah modal utama dalam melakukan fokus kerja tahun ini. Karena itu, pendekatan kerja yang diambil harus berjalan efektif dan efisien.
"Pertanian di tahun 2023 itu sudah kita rancang pada tahun 2022, karena itu kita lanjutkan dengan melakukan intervensi agar produksi berjalan dengan lancar serta sesuai dengan harapan," kata Mentan SYL.
Untuk saat ini, kondisi cuaca terbilang menguntungkan karena cukup bersahabat. Hujan yang cukup mendukung produksi dalam musim tanam kali ini. Petani telah dapat memulai panen pada Februari, sedangkan puncak panen akan berlangsung Maret hingga April.
“Oleh karena itu kita berharap hasil produksi ini segera terproses di semua penggilingan. Dari penggilingan tentu akan menuju pasar, dengan begitu tentu kita berharap ketersediaan di seluruh Indonesia cukup,” harapnya.
Tahun ini, beberapa OPT diperkirakan meningkat pada bulan Mei, Juni dan Juli. Yaitu tikus dan penggerek batang yang merupakan OPT yang identik dengan musim kemarau. Tetapi 3 OPT lainnya (WBC, BLAS, dan BLB) juga tetap harus diwaspadai.
Load more