- tim tvOnenews/Julio Trisaputra
Hadits Bukhari: Hukum Utang Piutang Jika Dialami Orang yang Bangkrut
Jakarta, tvOnenews.com - Utang piutang merupakan hal yang sensitif karena melibatkan uang dan hak seseorang di dalamnya.
Namun, bagaimana jika terlibat dalam utang piutang dengan orang yang bangkrut atas usaha yang sedang didirikannya?
Berikut penjelasannya, yang dilansir dari buku ringkasan Shahih Bukhari yang ditulis oleh M. Nashiruddin Al-Albani.
Pada kitab utang piutang bab ke-14. Hasan al-Bishri berkata,
(۵۱۸.وَقَالَ الْحَسَنُ:اِذَا أَفْلَسَ وَتَبَیَّنَ، لَمْ یَجُزْ عِتْقُہُ، وَلَاشِرَاؤُہُ)
“Jika seseorang bangkrut dan kebangkrutan nya itu jelas, maka ia tidak boleh memerdekakan budak, tidak boleh menjual dan tidak boleh membeli.”
Jika usaha yang didirikan mengalami kebangkrutan dan alasan dari kebangkrutan itu jelas, maka tidak boleh membebaskan budak, tidak boleh menjual barang yang dimiliki dan tidak boleh membeli barang.
Sa’id ibnul-Musayyib berkata,
(۵۱۹.وَقَالَ سَعِیْدُ بْنُ الْمُسَیَّبِ: قَضَی عُثْمَانُ: مَنِ اقْتَضَی مِنْ حَقِّہِ قَبْلَ أَنْ یُفْلِسَ، فَھُوَ لَہُ، وَمَنْ عَرَفَ مَتَا عُہُ بِعَیْنِہِ فَھُوَ أَحَقُّ بِہِ)
“Utsman memutuskan, ‘Barangsiapa menagih utangnya sebelum bangkrut, maka itu adalah miliknya. Dan barangsiapa melihat barang miliknya masih utuh, maka dia lebih berkah terhadapnya.”
Jika memiliki keterlibatan utang piutang kepada orang yang mengalami kebangkrutan, dan jika menagih utangnya ketika orang itu belum mengalami kebangkrutan, maka itu hak yang memiliki piutang.
Namun jika menagihnya saat orang itu mengalami kebangkrutan, dan melihat barang yang dimilikinya masih utuh, maka barang itu lebih berhak untuk yang memiliki utang dalam keadaan bangkrut itu.
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda,