- tvOnenews.com/Taufik Hidayat
Ribut Tambang Nikel di Raja Ampat, Menteri LH: Penambangan di Pulau Kecil Bertentangan dengan Hukum
Jakarta, tvOnenews.com - Kehadiran aktivitas pertambangan nikel di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Raja Ampat menimbulkan kekhawatiran serius.
Sebagaimana diketahui, wilayah di Papua Barat Daya ini telah masyhur sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia.
Tidak hanya destinasi wisata bahari kelas dunia, tetapi juga objek penting dalam riset ilmiah global.
Keindahan terumbu karang, kekayaan spesies laut, serta kondisi ekosistemnya yang relatif masih alami menjadikan Raja Ampat sebagai aset ekologis yang sangat berharga.
Hal inilah yang menimbulkan dilema pemerintah, antara upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dan kewajiban menjaga kelestarian lingkungan.
Menanggapi persoalan ini, Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan komitmen penuh pemerintah dalam menjaga ekosistem Raja Ampat dari ancaman eksploitasi tambang.
Terkait pertambangan nikel yang belakangan menjadi sorotan, Menteri Faisol menegaskan bahwa perlindungan terhadap wilayah konservasi ini menjadi prioritas nasional.
Oleh karena itu, langkah penegakan hukum pun terpaksa ditempuh menyusul ditemukannya pelanggaran yang dilakukan oleh empat perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah pesisir Raja Ampat.
Keempatnya beroperasi di Pulau Gag, Pulau Manuran, Pulau Kawe, dan Pulau Batang Pele, dan dinilai melanggar sejumlah regulasi lingkungan yang berlaku.
Dalam keterangan kepada media, Menteri Hanif menjelaskan bahwa aktivitas pertambangan tersebut tidak hanya melanggar ketentuan perundang-undangan di bidang lingkungan, tetapi juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Selain itu, kegiatan tersebut juga telah melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023 yang memperkuat Putusan Mahkamah Agung Nomor 57P/HUM/2022, yang secara tegas melarang kegiatan pertambangan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tanpa syarat.
“Biodiversitas Raja Ampat adalah warisan dunia. Penambangan di pulau kecil bertentangan dengan hukum dan kami akan menindak secara tegas,” ujar Menteri Hanif dalam keterangan resmi, Senin (9/6/2025).
KLH/BPLH saat ini juga tengah mempelajari kemungkinan untuk menempuh jalur hukum, baik perdata maupun pidana, terhadap pihak-pihak yang diduga merusak lingkungan.
Proses hukum ini akan melibatkan tim ahli di bidang hukum dan ekologi guna memastikan langkah yang diambil tepat sasaran dan berbasis pada kajian ilmiah.
Selain aspek penindakan, kementerian juga merancang strategi pemulihan ekologis untuk kawasan-kawasan yang telah terdampak oleh aktivitas tambang.
Langkah ini menjadi bagian dari upaya sistematis dalam memulihkan ekosistem dan mencegah kerusakan lanjutan.
“Tentu pemulihan lingkungan dari dampak aktivitas pertambangan nikel juga menjadi fokus dan komitmen kami dalam menjaga biodiversitas serta kelestarian lingkungan di Raja Ampat,” jelas Menteri Hanif.
KLH/BPLH menegaskan, perusahaan-perusahaan tambang yang terbukti melanggar akan dikenai kewajiban untuk terlibat dalam proses rehabilitasi lingkungan.
Tanggung jawab ini tidak bisa dihindari sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap kerusakan yang telah ditimbulkan.
Diharapkan, berbagai langkah ini mampu memperbaiki kondisi ekosistem yang rusak dan sekaligus meningkatkan kesadaran publik dalam menjaga Raja Ampat sebagai kawasan konservasi prioritas.
Pemerintah juga menargetkan agar wilayah ini tetap menjadi simbol kebanggaan nasional dan bagian dari warisan dunia yang harus dijaga bersama. (rpi)