news

Daerah

Bola

Sport

Gaya Hidup

Video

Tvone

Ilustrasi - OJK kena kritik YLKI soal aturan beban biaya berobat untuk peserta asuransi kesehatan..
Sumber :
  • tvOnenews

Rancu! Aturan OJK soal Asuransi Kesehatan Dinilai Cawe-Cawe Proses Bisnis di Luar Kontrak Polis, YLKI Soroti Keberpihakan

Sekretaris Eksekutif YLKI Rio Priambodo menilai bahwa aturan OJK yang mewajibkan peserta asuransi kesehatan tetap wajib membayar biaya pengobatan terkesan rancu.
Jumat, 6 Juni 2025 - 15:54 WIB
Reporter:
Editor :

Jakarta, tvOnenews.com - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI memberikan kritik tajam terhadap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait penerbitan surat edaran (SE) tentang asuransi kesehatan.

Diketahui bahwa OJK melalui Surat Edaran Nomor 7/SEOJK.05/2025 menetapkan bahwa pemegang polis atau nasabah wajib membayar minimal 10% dari total klaim yang diajukan, baik untuk rawat jalan maupun rawat inap.

Sekretaris Eksekutif YLKI Rio Priambodo menilai bahwa aturan tersebut rancu. Pasalnya, selain tidak berpihak kepada konsumen dan cenderung berat sebelah ke perusahaan jasa asuransi, aturan itu juga dinilai sebagai bentuk intervensi atau 'cawe-cawe' terhadap kontrak polis yang sudah berjalan.

"Ini akan menjadi rancu dan bias serta aturan OJK bisa mengubah proses bisnis di luar kontrak polis. Sebab konsumen sudah menandatangani kontrak polis di awal asuransi namun OJK bisa mengeluarkan aturan mengenai kenaikan iuran maupun aturan lain," ujar Rio kepada tvOnenews.com, Jumat (6/6/2025).

"Aturan ini cenderung berpihak pada pelaku usaha dan YLKI mempertanyakan keberpihakan OJK pada konsumen," tambahnya.

Oleh karena itu, Rio mengatakan YLKI mendesak OJK agar melakukan kajian ulang terhadap kebijakan yang rencananya akan mulai diterapkan mulai 1 Januari 2026 mendatang.

Selain itu, intervensi OJK dengan skema co-payment atau pembagian risiko tersebut bukannya akan membuat sektor asuransi bergeliat, tapi justru bisa semakin lesu karena konsumen akan berpikir dua kali.

"Aturan ini akan membuat konsumen berpikir ulang terhadap kelanjutan asuransi atau mengakhiri asuransi. Tentu kembali lagi ini hak pilih konsumen yang tidak boleh diintervensi oleh siapapun," jelas Rio.

Alasan OJK Terapkan Co-payment Asuransi Kesehatan

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa aturan baru ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan OJK (POJK) Nomor 36 Tahun 2024 yang merevisi POJK Nomor 69/POJK.05/2016 tentang penyelenggaraan usaha asuransi dan reasuransi, baik konvensional maupun syariah.

"Amanat POJK nomor 36 tahun 2024 untuk mengatur lebih lanjut kriteria perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah yang dapat menyelenggarakan lini usaha asuransi kesehatan," kata Ogi dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Mei 2025, Selasa (3/6/2025).

OJK berdalih, aturan ini adalah sebagai bagian dari upaya memperkuat tata kelola industri asuransi kesehatan dengan cara memastikan adanya pembagian risiko antara perusahaan asuransi dan peserta asuransi.

Selain itu, perusahaan asuransi juga tetap dapat memberlakukan batas maksimum yang lebih tinggi, selama terdapat kesepakatan tertulis antara perusahaan dengan pemegang polis, tertanggung, atau peserta.

Kebijakan co-payment ini hanya diterapkan pada produk asuransi kesehatan yang menggunakan prinsip indemnity atau penggantian kerugian, serta produk dengan skema managed care atau pelayanan kesehatan terkelola.

Sebagai informasi, produk asuransi indemnity memberikan penggantian dana sesuai nilai kerugian yang diderita nasabah, tanpa melebihi atau kurang dari total kerugian.

Sementara itu, asuransi managed care merupakan sistem yang mengintegrasikan pembiayaan dan layanan kesehatan melalui mekanisme rujukan berjenjang dan jaringan provider yang dikurasi, demi mengendalikan biaya dan menjamin mutu pelayanan.

Lebih lanjut, dalam aturan tersebut, OJK juga menegaskan bahwa pembagian risiko (co-payment) sebagaimana dimaksud dikecualikan untuk Produk Asuransi Mikro.

Pasalnya, produk asuransi mikro ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan karakteristik sederhana, mudah diakses, murah, dan proses klaim yang cepat, guna melindungi risiko keuangan akibat kecelakaan, sakit, atau kematian.

Melihat besarnya sorotan dari masyarakat, kebijakan ini perlu dikaji lagi karena dinilai tidak berpihak pada pemegang polis, tertanggung, peserta atau nasabah yang sudah membayar rutin. (rpi)

Berita Terkait

Topik Terkait

Saksikan Juga

11:47
15:11
07:39
18:33
03:26
01:19

Viral