- Julio Trisaputra-tvOne
Kabar Buruk untuk Buruh! Badai PHK Gelombang Kedua setelah Lebaran Mengintai 50 Ribu Pekerja, Pemerintah Harus Apa?
Jakarta, tvOnenews.com - Kabar tak mengenakkan nasib buruh di tengah gejolak ekonomi kembali diungkap oleh Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menyampaikan bahwa akan ada badai pemutusan hubungan kerja (PHK) gelombang kedua yang diperkirakan terjadi setelah Lebaran ini.
Padahal, Indonesia telah mengalami gelombang pertama PHK yang cukup besar di tiga bulan pertama tahun 2025.
Berdasarkan catatan Litbang KSPI dan Partai Buruh, ada sebanyak 60 ribu buruh yang telah menjadi korban PHK di lebih dari 50 perusahaan sepanjang Januari sampai Maret 2025.
Kini, kalkulasi sementara Litbang KSPI dan Partai Buruh menyebut diperkirakan akan ada tambahan 50 ribu buruh yang bakal kena PHK dalam tiga bulan setelah diberlakukannya tarif baru dari Amerika Serikat (AS).
“Negara ini tengah menghadapi gelombang kedua Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dipicu oleh kebijakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terkait kenaikan tarif barang masuk ke Negeri Paman Sam,” kata Said Iqbal dilansir dari keterangan resmi, Senin (7/4/2025).
- tvOnenews.com/Julio Trisaputra
Tarif masuk sebesar 32% untuk RI membuat barang produksi Indonesia akan menjadi lebih mahal di pasar Amerika. Konsekuensinya, permintaan akan menurun, produksi dikurangi, dan perusahaan terpaksa melakukan efisiensi, termasuk PHK. Bahkan, bukan tidak mungkin jika beberapa perusahaan akan memilih menutup operasionalnya.
“Perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor tekstil, garmen, sepatu, elektronik, dan makanan-minuman umumnya adalah milik investor asing, bukan domestik. Karena itu, jika situasi ekonomi tidak menguntungkan, investor asing dengan mudah bisa memindahkan investasinya ke negara lain yang memiliki tarif lebih rendah dari Amerika,” ujar Said Iqbal.
“Sebagai contoh, sektor tekstil kemungkinan akan pindah ke Bangladesh, India, atau Sri Lanka yang tidak terkena kebijakan tarif dari AS,” imbuhnya.
Namun tidak semua investor asing akan hengkang. Investor dari Taiwan, Korea, dan Hongkong, yang selama ini mendominasi sektor tekstil di Indonesia, mungkin akan tetap memproduksi di Indonesia, tetapi dengan brand atau merk dari negara lain seperti Sri Lanka.
Di sisi lain, menurut Said, ada juga industri yang tidak bisa begitu saja pindah, seperti Freeport atau industri kelapa sawit.
Namun demikian, bukan berarti mereka tidak akan melakukan PHK, atau justru PHK menjadi langkah paling mudah untuk menekan biaya operasional.
Pemerintah Harus Apa untuk Menghadapi Ancaman Ini?
Menyikapi situasi ini, KSPI dan Partai Buruh menyampaikan sejumlah langkah yang harus segera diambil oleh pemerintah.
Pertama, perlu dibentuk Satuan Tugas (Satgas) PHK yang bertugas mengantisipasi terjadinya PHK, memastikan hak-hak buruh dipenuhi, dan memberikan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah, termasuk mendorong re-negosiasi dengan Amerika Serikat.
“Usulan pembentukan Satgas PHK ini telah disampaikan kepada Wakil Ketua DPR RI dan mendapat respon positif,” ungkap Said.
Selanjutnya, pemerintah dirasa perlu segera melakukan re-negosiasi perdagangan dengan AS. Salah satu opsi yang bisa dilakukan adalah mengganti bahan baku dengan produk dari AS, seperti kapas, karena ini bisa membuka peluang pengurangan tarif.
“Selama ini, Indonesia banyak menggunakan kapas dari China dan Brasil, padahal jika menggunakan bahan baku dari Amerika, tarif bisa lebih ringan,” imbuhnya.
Dalam kunjungan bersama Kapolri ke perusahaan sepatu di Brebes, terlihat bahwa investor dari Taiwan dan Hongkong dalam sektor sepatu mengalami tekanan akibat kebijakan tarif ini.
Sementara Vietnam, yang terkena tarif hingga 46%, mulai menurunkan kapasitas produksinya dan mengalihkan pesanan ke Indonesia. Pemerintah harus melihat peluang ini dan memberi perlindungan kepada industri sepatu yang ada di dalam negeri dengan memberikan kemudahan regulasi agar kapasitas produksi bisa ditingkatkan.
KSPI dan Partai Buruh juga memperingatkan agar Indonesia tidak menjadi sasaran empuk perpindahan pasar dari negara-negara lain ke Indonesia. Sebagai contoh, ketika China kehilangan pasar ekspornya ke Amerika, maka mereka bisa membanjiri Indonesia dengan produk murah.
Jika hal ini dibiarkan, maka pasar domestik akan dikuasai barang impor murah, industri dalam negeri tertekan, dan PHK semakin tak terhindarkan.
“Karena itu, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8 Tahun 2023 harus segera dicabut dalam waktu dekat. Jika tidak, impor akan makin tak terkendali, produk dijual murah, dan pasar dalam negeri terancam. Pada akhirnya, hal ini hanya akan memperburuk gelombang PHK yang sudah ada,” tandasnya.
Strategi Pemerintah RI Hadapi Tarif Trump
Saat ini pemerintah tengah menyusun sejumlah paket strategi yang akan dibawa ke Washington D.C. sebagai bagian dari langkah menghadapi kebijakan tarif resiprokal AS.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, pemerintah mengedepankan pendekatan diplomasi yang bersifat saling menguntungkan, tanpa perlu mengambil langkah balasan atas kebijakan tarif tersebut.
Sebelum pertemuan resmi dengan AS, Indonesia akan berdiskusi dengan negara-negara ASEAN pada 10 April 2025. Tujuannya adalah untuk menyelaraskan pandangan dan memperkuat posisi bersama di hadapan AS.
“Indonesia sendiri akan mendorong beberapa kesepakatan dan dengan beberapa negara ASEAN, menteri perdagangan juga berkomunikasi selain dengan Malaysia juga dengan Singapura, dengan Kamboja dan yang lain untuk mengkalibrasi sikap bersama ASEAN,” ujar Airlangga.
Dalam dialog bersama pelaku usaha, pemerintah menyampaikan bahwa ada empat strategi utama yang akan diusulkan dalam negosiasi dengan AS.
Pertama, Indonesia akan mengajukan pembaruan atas perjanjian kerja sama perdagangan dan investasi atau Trade & Investment Framework Agreement (TIFA), yang dinilai sudah tidak lagi relevan sejak ditandatangani pada 1996.
“Karena TIFA sendiri secara bilateral ditandatangani di tahun 1996 dan banyak isunya sudah tidak relevan lagi sehingga kita akan mendorong (revitalisasi) berbagai kebijakan itu masuk dalam TIFA,” ucap Airlangga.
Kedua, pemerintah akan menyampaikan usulan pelonggaran Non-Tariff Measures (NTMs), termasuk relaksasi aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di sektor teknologi informasi dan komunikasi.
Selain itu, evaluasi juga akan dilakukan terhadap berbagai pembatasan ekspor-impor dari dan ke AS.
Ketiga, Indonesia akan mendorong peningkatan impor dan investasi dari AS, termasuk lewat pembelian minyak dan gas (migas).
Keempat, pemerintah menyiapkan berbagai insentif fiskal dan non-fiskal, seperti penurunan bea masuk, pajak penghasilan (PPh) impor, dan pajak pertambahan nilai (PPN) impor.
Langkah ini ditujukan untuk mendorong arus barang dari AS dan tetap menjaga daya saing ekspor Indonesia.
“Terkait dengan tarif dan bagaimana kita meningkatkan impor, bagaimana dengan impor ekspor kita yang bisa sampai 18 miliar dolar AS diisi dengan produk-produk yang kita impor, termasuk gandum, katun bahkan juga salah satunya adalah produk migas,” ujar Airlangga. (rpi)