- Tim TvOne/ Bahana
Peringati Hari Orangutan, Tantangan dan Ancaman Kepunahan Semakin Besar
Medan - Hari Orangutan Internasional yang diperingati tiap 19 Agustus menjadi momentum bagi semua pihak untuk menegaskan bahwa hewan primata dengan status kritis itu harus hidup di hutan. Hal tersebut ditegaskan Ketua Dewan Kehutanan Daerah (DKD) Sumatera Utara, Panut Hadisiswoyo.
"Orangutan tetap di hutan, penjaga hutan, penjaga ekosistem hutan. Kondisi orangutan harus diperjuangkan agar tidak punah," ujar Panut dalam konferensi persnya yang digelar Sumatera Tropical Forest Journalism (STFJ) dalam rangka memperingati Hari Orangutan Internasional di Jalan STM, Medan, Jumat (12/8/2022) sore.
Panut mengakui, bila upaya mengatasi status kritis orangutan tidak mudah. Berbagai tekanan kerap dihadapkan dalam upaya menghentikan perburuan dan perdagangan hewan dengan nama latin Pongo itu. Hewan endemik Indonesia ini terdiri dari Orangutan Sumatera (Pongo Abelii), Orangutan Tapanuli (Pongo Tapanuliensis) serta Orangutan Kalimantan (Pongo Pygmaeus).
"Orangutan tidak dalam keadaan baik-baik saja. Kita harus menyadari tantangan semakin besar, dengan tekanan yang sangat tinggi dari berbagai aspek. Kebutuhan perluasan lahan untuk pembangunan, perkebunan, jalan juga lainnya," katanya.
"Juga ancaman dari perburuan dan perdagangan orangutan yang masih sangat tinggi. Ini jadi suatu momentum. Slogan Orangutan Hidup di Hutan, bukan sebagai peliharaan atau sebagai satwa yang untuk dieksploitasi," tambah alumni Oxford Brookes University jurusan Konservasi Primata itu.
Panut juga menentang soal penangkaran bagi orangutan. Menurutnya, hal tersebut tidak diperlukan, dengan alasan kondisi orangutan saat ini masih bisa diselamatkan. Apalagi, penangkaran orangutan tersebut tidak memiliki dasar untuk diberlakukan.
"Tidak ada konsep penangkaran orangutan saat ini untuk di-branding, kemudian dijadikan tujuan wisata. Ini belum ada konsep diizinkan. Orangutan populasinya masih bisa diselamatkan di hutan, hingga tidak perlu penangkaran," tegas Panut.