Kesal, Kakak Ipar Dibunuh, Ahli Pidana Sebut Pendidikan dan Ekonomi Kerap Menjadi Pemicu Kekerasan
Lampung, tvOnenews.com - Kasus pembunuhan dalam keluarga kembali terjadi. Aksi kekerasan yang dipicu konflik rumah tangga ini memperlihatkan betapa rentannya hubungan keluarga ketika persoalan sosial, ekonomi, dan emosi tidak dapat dikelola dengan baik.
Peristiwa bermula ketika seorang pria diduga membunuh kakak iparnya dalam kondisi emosi tak terkendali.
Sang ibu korban menceritakan momen mengerikan itu. Ia sempat melihat pelaku memegang golok, sementara anaknya sudah tersungkur bersimbah darah.
Pelaku juga disebut kerap menghancurkan barang-barang dan terlibat perselisihan dalam urusan keluarga.
Menurut Bambang Hartono, pengamat hukum pidana dari Universitas Bandar Lampung, konflik keluarga semacam ini sering dipicu kombinasi faktor ekonomi, lingkungan, dan lemahnya pengendalian diri.
Ia menjelaskan, tinggal serumah atau berdempetan seperti yang terjadi di banyak wilayah pedesaan, kerap memicu gesekan antaranggota keluarga.
Bambang menekankan bahwa pelaku biasanya menyimpan rasa sakit hati yang menumpuk, merasa direndahkan, atau tersinggung oleh korban.
Konflik tersebut jarang muncul tiba-tiba. Umumnya ada riwayat masalah sosial atau ekonomi yang terus berulang hingga mencapai puncaknya.
Faktor pendidikan turut mempengaruhi cara seseorang menyelesaikan konflik. Menurut Bambang, individu dengan pendidikan lebih baik cenderung memiliki kemampuan berpikir panjang dan lebih sabar dalam mengendalikan emosi.
Demikian pula faktor keagamaan, yang berkaitan dengan pembentukan moral dan kesabaran seseorang.
Meski demikian, ia menilai kasus ini tidak memenuhi unsur pembunuhan berencana, karena tidak ada jeda waktu yang menunjukkan persiapan alat atau perencanaan.
Tindakan pelaku dinilai sebagai spontanitas akibat ledakan emosi, sehingga kemungkinan besar akan dikategorikan sebagai pembunuhan atau penganiayaan berat yang menyebabkan kematian.
Walaupun dilakukan spontan, Bambang menegaskan bahwa tindakan kekerasan dalam keluarga tetap memiliki akar yang kuat yaitu akumulasi persoalan yang tak pernah diselesaikan hingga akhirnya memicu tindakan fatal.
Kasus ini menjadi peringatan bahwa konflik keluarga yang tidak ditangani dengan baik dapat berujung pada tragedi mematikan.