news

Daerah

Bola

Sport

Gaya Hidup

Video

Tvone

Eks Dirut PT ASDP Indonesia Ferry Ira Puspadewi.
Sumber :
  • Reno Ensir-Antara

Belajar Dari Ira Puspadewi, Mengkaji Ulang Titik Buta Hukum Tipikor di BUMN

Kasus Ira Puspadewi (Mantan Dirut ASDP) yang sedang hangat diperbincangkan adalah representasi sempurna dari dilema yang dialami para direktur BUMN. Ingin inovasi tapi...
Jumat, 28 November 2025 - 12:54 WIB
Reporter:
Editor :

Oleh: Muhsin Budiono, Praktisi Pemerhati BUMN

Coba bayangkan, Anda adalah putra terbaik bangsa yang mendapat amanah sebagai Direktur Utama BUMN (Badan Usaha Milik Negara). 

Di meja Anda ada proposal investasi bernilai triliunan rupiah. Risikonya tinggi, tapi potensinya bisa melipatgandakan keuntungan perusahaan yang Anda pimpin.

Anda paham, keputusan ini bisa membuat Anda dikenang sebagai pahlawan, atau justru sebagai tersangka korupsi.

Inilah dilema yang meracuni BUMN kita.

Dan kasus Ira Puspadewi (Mantan Dirut ASDP) yang sedang hangat diperbincangkan adalah representasi sempurna dari dilema itu.

Ira divonis bersalah karena merugikan negara Rp1,25 triliun. Namun, perusahaan yang ia pimpin lantas meraup untung Rp637 miliar setahun setelah akuisisi. 

Ira sendiri tak mengambil untung pribadi. Tak ada bukti aliran dana ke rekeningnya dan tak ada mens rea.

Ini bukan hanya ketidakadilan. Ini adalah kegagalan sistem hukum kita membedakan antara risiko bisnis dan kejahatan.

Memaknai Rehabilitasi

Setelah polemik hukum dan persidangan yang panjang, Presiden Prabowo akhirnya memberikan rehabilitasi kepada Ira dan dua terdakwa lain dalam kasus ASDP (Yusuf Hadi dan Harry Adhi). 

Keputusan yang diambil pada Selasa (25/11/2025) lalu persis seperti langkah yang pernah diambil untuk kasus Tom Lembong.

Tindakan presiden ini, yang merupakan kewenangan konstitusional, secara politik adalah penegasan tertinggi bahwa sistem hukum (UU Tipikor) telah gagal membedakan antara kelalaian bisnis dan kejahatan yang disengaja.

Rehabilitasi ini bukan pembenaran atas prosedur yang sempurna, melainkan pengakuan bahwa Direksi BUMN tersebut tak pantas menyandang status koruptor karena tak ada niat jahat.

Angka Kerugian Spekulatif

Masalahnya terletak pada angka. Aparat Penegak Hukum (APH) berpegangan pada kerugian Rp1,25 triliun. Tapi, angka itu adalah hasil dari penghitungan yang tidak utuh.

Kritik Kerasnya: Angka itu opini, bukan fakta.

Hukum kita memakai delik materiil. Harus ada akibat (kerugian) dahulu. Karena APH wajib membuktikan kerugian, mereka memaksakan angka itu muncul, meski harus memakai metode spekulatif.

Ini yang membuat APH jadi "terlalu kuat". Karena harus ada kerugian, mereka wajib mencari ahli yang beropini ada kerugian. Niat jahat (mens rea) jadi nomor dua. 

Berita Terkait

1
2 3 4 Selanjutnya

Topik Terkait

Saksikan Juga

11:47
15:11
07:39
18:33
03:26
01:19

Viral