- tim tvonenews
Nostalgia Purwokerto & Pendidikan Komersial
Kini, untuk sejumlah program studi tertentu, biaya kuliah kampus negeri bisa disebut sama besarnya atau bahkan melebihi perguruan tinggi swasta. Kebijakan yang menyimpang dari dasar historis dan ideologis pendirian universitas negeri, yaitu pemerintah bertanggung jawab memberi layanan pendidikan berkualitas dengan biaya murah justru semakin banyak ditiru oleh pengelola universitas negeri.
Tidak terbayang cara lain, misalnya menghimpun dana dari pihak swasta dengan membangun kerja sama penelitian, menjaring kerja sama beasiswa dari funding luar negeri, atau membentuk dana abadi pendidikan dari forum alumni.
Pada titik ini, universitas didirikan bukan lagi oleh dorongan yang sama ketika bapak-bapak bangsa kita mendirikan pesantren atau padepokan yang jauh dari kemegahan kota besar dan istana kekuasaan. Kini universitas adalah bagian dari barang mewah yang disulap sebagai cara untuk meningkatkan status sosial dan prestise. Cetak birunya saat dirancang adalah lambang kemakmuran dan kemegahan sebuah daerah atau kota.
Dengan paradigma materialism yang dikedepankan, kita kini biasa mendapati gedung gedung rektorat lebih 'magrong-magrong' ketimbang perpustakaan kampus, tempat pengetahuan dan pemikiran digauli dengan suntuk oleh mahasiswa.
Tidak terlampau jelas apakah dalam cetak biru itu digagas, misalnya bagaimana agar percakapan ilmu bisa terjadi lebih dominan di kampus. Adakah kebijakan yang menjelaskan bahwa para pengajarnya bukan seorang pemamah biak teks-teks usang, apalagi memplagiat karya tulis mahasiswa-mahasiswanya. Bagamana kebebasan berbicara dijamin, misalnya pada dosen seperti Rocky Gerung yang kritis bisa dilakukan dengan leluasa di seluruh kampus di tanah air ---sebagai bagian kebebasan mimbar akademik. Bisakah birokrasi kampus dipersingkat, sehingga energi seluruh sivitas akademika tercurah pada penjelajahan ilmu pengetahuan seluas luasnya hingga melampui batas batas jurusan dan fakultas (sebagaimana jargon Kampus Merdeka dari Mas Menteri Nadiem Makarim).
Adakah kita mendengar percakapan-percakapan penting itu dari perguruan tinggi kita? Tidak ada. Jika pun ada, terasa samar. Yang lebih nyaring justru kehendak untuk menarik uang sebanyak banyaknya dari peserta didik dengan banyak instrumen dan cara.