- tvOneNews
Kesaksian Alumni Ponpes Al Khoziny Sidoarjo, Ceritakan Perjalanan Pondok Pesantren yang Berdiri Seabad: Ngecor itu...
Sidoarjo, tvOnenews.com - Alumni Ponpes Al Khoziny, Wahid membagikan kesaksian mengenai perjalanan pondok pesantren di Sidoarjo itu.
Wahid menceritakan Ponpes Al Khoziny didirikan sekitar tahun 1927, lokasinya di Buduran, Jawa Timur.
Adapun sosok yang mendirikan Ponpes Al Khoziny di Sidoarjo, yakni KH Raden Khozin Khoiruddin biasa disebut Kiai Khozin.
"Malah 2026 ini menjelang satu abad lembaga Pesantren Al Khoziny," kata Wahid saat diwawancarai Tim tvOne di Sidoarjo, Jawa Timur dikutip, Rabu (8/10/2025).
Wahid tidak sekadar sebagai alumni, ia juga menjadi orang tua santri korban ambruknya Ponpes Al Khoziny pada 29 September 2025.
- Antara
Sebagai alumni, Wahid menginginkan anak dan cucu mengenyam pendidikan di pondok pesantren tersebut.
"Anak saya namanya Hasani, kemudian yang cucu saya namanya Albi. Usia keduanya sama, yakni 17 tahun," ujar dia.
Ia harus mengakui bahwa, Ponpes Al Khoziny tidak sekadar pondok pesantren, namun telah memberikan kesan dan pengalaman baginya.
Menurutnya, Ponpes Al Khoziny merupakan salah satu atau menjadi pondok pesantren paling besar.
Diketahui, Ponpes Al Khoziny menganut aliran Ahlus Sunnah wal Jama'ah (Aswaja) yang tetap berpegang teguh pada tradisi pesantren salaf.
Tentu saja, pondok pesantren ini dinilai sudah sangat tua, Wahid memahami Ponpes Al Khoziny semakin berkembang sampai saat ini.
Akibatnya, Ponpes Al Khoziny memiliki banyak santri karena berstatus pondok pesantren yang paling diminati untuk pendidikan berbasis agama Islam.
"Mungkin, pengembangan lokal itu kurang, jadi karena tempatnya sempit mungkin harus lari ke atas," jelasnya.
Lebih lanjut, Wahid menyinggung soal isu penyebab struktur bangunan Al Khoziny yang ambruk dinilai atas hasil kerja keras santri.
Diketahui, beredar isu mengenai siapa yang membentuk struktur bangunan pondok pesantren ini dalam keadaan tidak stabil atau asal-asalan adalah para santri di sana.
Berdasarkan isu yang viral di media sosial, para santri yang kena hukuman harus mengecor bangunan Ponpes Al Khoziny.
Namun begitu, Wahid selaku mantan santri Ponpes Al Khoziny membantah atas tuduhan tersebut.
"Sebetulnya yang bangun itu tukang-tukang profesional semua, malah luar biasa, bahkan zaman dulu nggak ada apa-apa kan," tegasnya.
Wahid memahami seiring berjalannya waktu, struktur bangunan di sana semakin tua sehingga dapat meruntuhkan Ponpes Al Khoziny.
"Hanya baru sekarang yang kena musibah. Nggak ada istilah hukuman ngecor itu nggak ada," lanjutnya.
Ia mengisahkan hukuman yang sering dialami santri Al Khoziny zaman dulu seperti hukuman pada umumnya, seperti guru mencukur rambut siswa.
"Yang namanya musibah itu nggak ada yang meminta, jadi ini mungkin yang sudah Allah takdirkan pada anak saya," ucapnya.
Ia juga menyinggung isu yang beredar terkait biaya SPP di Ponpes Al Khoziny gratis.
Terkait isu tersebut, Wahid membantah karena sejatinya sang anak harus membayar biaya SPP bulanan untuk Khoziny.
"Cuma murah, nggak ada (gratis). Kalau murah iya, Rp80 ribu sebulan. Saya kirim ke anak sebulan itu Rp800 ribu sama kosnya, SP, semuanya," pungkasnya.
(hap)