- Istimewa
Santer Kabar Dugaan Perselingkuhan antara Perwira Polri, ISSES Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Irjen Krishna Murti
Jakarta, tvOnenews.com - Nama Irjen Pol. Krishna Murti kembali menjadi buah bibir publik usai dugaan kasus perselingkuhannya mencur dengan seorang Polwan yakni Kompol Anggraini Putri.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto ikut menyorot dugaan kasus perselingkuhan antar personel Polri itu.
Ia meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengevaluasi jabatan yang diberikan kepada Krishna Murti sebagai Sahlijemen Kapolri.
Menurutnya langkah itu diperlukan agar menjaga citra Polri ditengah ramainya kabar perselingkuhan oleh mantan Kadiv Hubinter Polri tersebut.
“Harusnya di-non job-kan. Karena bahkan dengan jabatan staf ahli pun, tentu akan mengganggu citra Polri,” kata Bambang kepada awak media, Jakarta, Kamis (18/9/2025).
Bambang menjelaskan kabar dugaan perselingkuhan yang terjadi bahkan telah sampai menjalani sidang kode etik.
Namun, Bambang menyayangkan sidang etik Krishna ini tidak seperti anggota lainnya yang disiarkan terbuka melalui media massa.
Bambang menilai sidang etik Krishna yang digelar secara tertutup merupakan hal yang wajar, dan biasanya untuk kasus-kasus personal atau kesusilaan.
Pasalnya, kata Bambang, sidang tertutup dinilai untuk menghindari kehebohan yang membebani institusi Polri.
“Sebaiknya memang harus segera dilakukan mutasi jabatan sekaligus menunggu keputusan final,” tegas dia.
Diketahui, Krishna Murti dimutasi dari jabatan Kadiv Hubinter Polri sebagai Sahlijemen Kapolri.
Mutasi tersebut berdasarkan Surat Telegram Kapolri Nomor: S/1764/VIII/KEP/2025, tertanggal 5-8-2025 yang ditandatangani AS SDM Kapolri Irjen Anwar.
Dari akun TikTok Bantuan Hukum Online, tertulis narasi internal Polri kembali menjadi sorotan karena seorang perwira tinggi (Pati) Irjen Krishna Murti terjerat dugaan pelanggaran kode etik profesi berupa perzinahan dan/atau perselingkuhan dengan Kompol Anggraini Putri.
Unsur pelanggaran berdasarkan rangkaian fakta, para peserta gelar sepakat bahwa terdapat cukup bukti pelanggaran kode etik profesi Polri.
Dasar hukum yang digunakan adalah Pasal 13 Ayat (1) PPRI Nomor 1 Tahun 2003 tentang pemberhentian anggota Polri, Pasal 8 huruf c angka (2) dan (3), serta Pasal 13 huruf f Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2022 tentang kode etik profesi dan komisi kode etik Polri.