- Tangkapan Layar YouTube TVR Parlemen
Soal Saran Jodohkan Wanita Indonesia dengan Pemain Naturalisasi, Ahmad Dhani Dikecam Komnas Perempuan
Jakarta, tvOnenews.com - Belakangan ini saran Ahmad Dhani soal perjodohan wanita Indonesia dengan pemain naturalisasi, menyita perhatian publik, hingga tuai kecaman dari Komnas Perempuan.
Hal tersebut dinilai melecehkan perempuan, hingga merendahkan martabat Indonesia dan bersifat rasis.
Di samping itu, Komnas Perempuan mendorong MKD untuk memeriksa kasus ini.
Dilansir dari website Komnas Perempuan, menuliskan bahwa Komnas Perempuan sangat
mengecam pernyataan Ahmad Dhani (AD), anggota DPR RI, yang seksis karena melecehkan perempuan, merendahkan martabat Indonesia dan juga bersifat rasis.
Pernyataan ini disampaikan dalam Rapat Komisi X mengenai persetujuan pemberian status warga negara Indonesia (WNI) terhadap tiga pesepakbola keturunan Indonesia (Rabu, 5 Maret 2025).
Dengan beralibi “out of the box” dan intonasi bercanda, Ahmad Dhani mengusulkan agar naturalisasi diperluas bagi pemain bola “di atas 40 tahun… dan mungkin yang duda” untuk dinikahkan dengan perempuan agar menghasilkan keturunan “Indonesian born” yang dinilainya akan bisa memiliki kualitas keterampilan sepakbola yang lebih baik.
Pernyataan Ahmad Dhani dinilai melecehkan karena menempatkan perempuan sekedar mesin reproduksi anak, pelayan seksual suami. Apalagi pernyataan ini dilanjutkan dengan menyebutkan bahwa jika pemain sepakbola yang dinaturalisasi itu beragama Islam maka bisa dinikahkan dengan empat perempuan.
Padahal hukum Indonesia, dalam hal ini UU Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, mengatur ketentuan dan prasyarat yang ketat untuk mencegah perkawinan lebih dari satu orang menjadi sekedar menguntungkan satu pihak dan mengeksploitasi lainnya.
Pernyataan ini juga merendahkan martabat Indonesia dengan rasisme karena seolah kualitas laki-laki pesepakbola dari luar negeri memiliki sifat genetik yang lebih baik daripada dari Indonesia.
Kalimat rasis tampak dalam penekanan agar naturalisasi tidak kepada yang “bule” karena ras Eropa yang berbeda.
Kemudian, Komnas Perempuan mengingatkan bahwa seluruh pimpinan dan anggota DPR RI memiliki mandat untuk mengawal 4 Pilar Kebangsaan sebagai landasan dalam pembuatan Undang-Undang dan untuk mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam pernyataan yang disampaikan seluruh anggota DPR RI dalam situasi apa pun.
Ke-4 Pilar Kebangsaan itu adalah Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Prinsip penghormatan pada kemanusiaan yang adil dan beradab, non diskriminasi, dan penghargaan pada kebhinnekaan adalah nilai integral dari 4 Pilar Kebangsaan yang harus dijunjung tinggi dan diamalkan.
Termasuk di dalamnya adalah penghargaan kepada perempuan sebagai manusia yang setara, bukan sekadar objek seksual dan objek reproduksi.
Pernyataan bersifat seksis ini juga bertentangan dengan komitmen Indonesia untuk kesetaraan dan keadilan gender sebagaimana termaktub dalam UU No. 7 Tahun 1984 terkait penetapan ratifikasi konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) dan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Tujuan 5. CEDAW mengamanatkan agar para pejabat publik termasuk pembuat kebijakan di Negara Pihak menahan diri untuk tidak melakukan diskriminasi terhadap perempuan dan justru mengambil langkah strategis untuk menghapuskan diskriminasi tersebut.
Mengingat bahwa pernyataan AD berpotensi melanggar hak asasi perempuan, mencederai citra, kehormatan dan kewibawaan DPR RI, khususnya Komisi X yang juga mengawal bidang pendidikan, Komnas Perempuan mendorong Majelis Kehormatan Dewan (MKD) untuk memeriksa kasus ini lebih lanjut.
Selain bertentangan dengan nilai-nilai dalam 4 Pilar Kebangsaan, pernyataan ini mengindikasikan ketidakseriusan dalam melaksanakan tugas DPR RI, yaitu terkait peran pengawasan DPR RI pada ketersediaan dukungan dan tata kelola pembinaan pesepakbola nusantara agar putra-putri bangsa Indonesia dapat berprestasi optimal di cabang olahraga ini.
Di samping itu, pemeriksaan perlu dilakukan oleh MKD untuk memperkuat kewibawaan DPR RI dengan memastikan peristiwa serupa tidak berulang kembali.
Komnas Perempuan juga merekomendasikan kepada pimpinan DPR RI untuk melakukan penguatan kapasitas anggota DPR RI dalam hal Konstitusi ,HAM, dan kesetaraan dan keadilan agar dapat mengemban tugasnya sebagai wakil rakyat secara profesional, berintegritas, amanah dan sesuai dengan etika yang berlaku.
Selain itu, Partai Politik dan khususnya Partai Politik yang mengusung AD, perlu memberikan pemahaman dan pengawasan kinerja pada anggota DRR RI yang diusungnya, termasuk dalam hal pernyataan, agar seturut dengan prinsip-prinsip HAM, non diskriminasi serta kesetaraan dan keadilan gender.
Sebelumnya diberitakan, dalam rapat bersama Menteri Pemuda dan Olahraga serta Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, Ahmad Dhani mengusulkan agar pemain naturalisasi tidak hanya dipilih berdasarkan skill.
Ia meminta pemain dipertimbangkan untuk menikahi wanita Indonesia demi mencetak generasi pesepak bola unggul di masa depan.
Usulan tersebut langsung menuai kritik tajam dari publik, terutama netizen di media sosial.
Banyak yang menilai ide Ahmad Dhani tidak masuk akal dan cenderung merendahkan perempuan Indonesia seolah hanya dijadikan alat untuk menghasilkan keturunan.
Dalam rapat Komisi X yang membahas pemberian status Warga Negara Indonesia (WNI) terhadap tiga pemain keturunan, yaitu Emil Audero Mulyadi, Dean Ruben James, dan Joey Mathijs Pelupessy, Ahmad Dhani awalnya menyampaikan dukungannya terhadap program naturalisasi pemain.
"Saya hanya menambahi saja, Pak Erick, saya itu orang yang termasuk setuju, sangat setuju naturalisasi, bahkan sampai 50-50 pun saya nggak ada masalah separuh-separuh,” ujar Ahmad Dhani dalam rapat tersebut.
“Karena menurut saya, ini adalah bagian daripada revolusi dalam dunia persepakbolaan, jadi kalau namanya revolusi itu ya semuanya memang harus ekstrem," jelasnya.
Namun, ia kemudian melontarkan gagasan bahwa Indonesia sebaiknya menaturalisasi pemain yang sudah berusia tua dan menjodohkannya dengan perempuan WNI.
Menurutnya, anak dari pasangan tersebut nantinya bisa dibina oleh pemerintah untuk menjadi pesepak bola hebat di masa depan.
"Lalu naturalisasi, tidak harus itu pemain. Bisa juga, misalnya, pemain-pemain bola yang sudah di atas usia 40, itu bisa juga kita naturalisasi pemain bola yang hebat, lalu kita jodohkan dengan perempuan Indonesia. Nah, anaknya itu yang kita harapkan menjadi pemain bola yang bagus juga," ujar Dhani.
Ia menargetkan pemain bola yang sudah berusia lanjut atau bahkan duda untuk dinaturalisasi dan diberikan pasangan dari Indonesia.
"Ini pemikirannya agak out of the box, Pak Erick, tapi bisa dianggarkan untuk 2026 programnya. Jadi pemain bola di atas 40 tahun yang mau dinaturalisasi dan mungkin yang duda, kita carikan jodoh di Indonesia, Pak," tambahnya. (aag)