- tim tvOne - julio
Partai Buruh Nilai PHK Massal PT Sritex adalah Ilegal, Said Iqbal Beberkan Alasannya
Jakarta, tvOnenews.com - Presiden Partai Buruh Said Iqbal menilai, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang dilakukan PT Sri Rejeki Isman (Sritex) merupakan tindakan ilegal.
Menurut Said PHK yang dilakukan Sritex terhadap ribuan karyawannya itu telah bertentangan dengan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Baik yang diatur oleh Mahkamah Konstitusi nomor 168 tahun 2024 yang telah dimenangkan oleh partai buruh maupun dan Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Jadi, PHK di Sritex adalah ilegal,” kata dia saat konferensi pers melalui daring, Minggu (2/3/2025).
Said menjelaskan, salah satu alasan hal tersebut menjadi ilegal, karena pada saat melakukan PHK, pihak perusahaan tidak melakukan mekanisme bipartit (perundingan antara karyawan dan pengusaha).
Selain itu, PT Sritex juga dianggap tidak melakukan mekanisme tripartit atau melibatkan pegawai perantara yaitu Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Sukoharjo.
Padahal berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi mekanisme PHK ini harus dimulai dengan bipartit yang didalamnya itu harus ada notulen.
“Coba kita lihat ada tidak notulen hasil perundingan antara serikat pekerja PT Sritex dan pimpinan perusahaan, ada ga?, yang kita lihat, langsung karyawan, orang per orang langsung diminta untuk mendaftar PHK, tidak ada PHK itu mendaftar,” jelas Said.
Oleh karena itu Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai pendaftaran PHK itu merupakan tindakan intimidasi dan membodoh-bodohi para ribuan karyawan.
“Paling sederhana perundingan notulen bipartit antara serikat pekerja PT Sritex atau perwakilan karyawan yang disetujui seluruh karyawan yang memuat antara lain, penyebab PHK, penyebab pailit, berapa harta kekayaan aset perusahaan terakhir, dan siapa yang membayar pesangon apakah kurator atau pimpinan perusahaan,” ungkapnya.
Iqbal menjelaskan, kejanggalan lainnya dari PHK massal Sritex ini adalah tidak adanya pembahasan nominal pesangon dan hak-hak yang akan diterima oleh para karyawan.
Jika merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2024, setiap karyawan berhak mendapatkan 60 persen gaji selama 6 bulan.
“Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang telah ditandatangani bapak presiden prabowo PP Nomor 6 Tahun 2024 yang 60 persen dari upah terakhir maksimal upah 5 juta berarti mungkin dapatnya 3 juta rupiah selama 6 bulan dituangkan tidak dalam kesepakatan,” jelas dia.