Jangan Lagi Marah-marah pada Anak, Risiko Terbesar Bisa Merusak Memori hingga Otak Tumpul
- dok.ilustrasi freepik
Jakarta, tvOnenews.com- Pola asuh setiap orang tua bisa berbeda-beda, ada yang biasa marah-marah dan ada juga yang lembut, sebagainya.
Salah satunya dengan membimbing dan mengajarkan anak dalam pendidikan, dan agama. Itulah kewajiban setiap orang tua.
Hal tersebut disinggung dr Aisah Dahla, terlebih dalam Islam, orang tua diwajibkan mendidik anak secara baik. Dengan harapan membekali dan membentuk anak menjadi generasi baik.
- Istimewa
Fungsi Otak Anak Jarang Dipahami
Dalam praktiknya dikehidupan sehari-hari, tak jarang kita temui orang tua suka mengajarkan anak dengan nada tinggi bahkan marah-marah.
Muncul pertanyaan, apakah dengan mendidik anak dengan cara marah atau bentak bisa merusak otak?
Pertanyaan disampaikan oleh Artis Nikita Willy dalam podcastnya bersama dr Aisah Dahlan, dikenal sebagai Konsultan parenting. Dalam YouTubenya Nikita Willy juga dijelaskan bagaimana cara kerja otak seperti apa.
Menurut dr Aisah Dahlan kalau setiap otak anak terdapat memori yang isinya sel-sel otak. Kalau bahasa medisnya 'Neuron yang jumlahnya miliaran.
Sehihingga setiap arahan atau perintah dari orang tua terhadap anak, bakal terekam baik oleh otak anak. Rekaman tersebut isinya bisa pesan baik atau bernilai positif dan/atau negatif.
"Cara kerja memori gini jadi di otak manusia keseluruhan ada namanya sel otak. Kita kalau bahasa medisnya, namanya neuron makanya jumlahnya banyak sekali 100 miliar kurang lebih," ujar dr Aisah dikutip, Senin (21/4/2025).
"1 neoron ibarat 1 laptop atau komputer yang isinya banyak dengan cabang atau bagian lagi. Ini 1 neuronnya kalau tadi, dikasih pesan masukan pelajaran arahan atau contoh itu akan terekam," sambungnya.
- dok.ilustrasi freepik
Bahaya Marah-marah pada Anak
Lebih lanjut, kata dr Aisah Dahlan selaku Praktisi Neuroparenting Skil juga Ustazah ini, menjelaskan kalau daya ingat anak juga menyesuaikan, bagaimana itensitas atau berapa lama momen atau peristiwa terjadi dan bagaimana rasanya.
Otak cenderung lebih menyimpan rasa yang terlalu, seperti terlalu cantik, terlalu sedih, terlalu senang, terlalu sakit,dll mungkin karena jatuh atau sesuatu hal, terlalu marah,dan terlalu stres sebagainya.
Sehingga memori yang ada akan mempengaruhi otak anak. Seiring semakin kuat daya ingat dari yang ia rasakan dan dialaminya.
"Pada saat kita memberikan kalau kita mau ngajarin pasti kita ingin yang baik gitu ya, tapi anak di sisi lain, menangkap sebuah peristiwa yang peristiwa itu negatif. kalau diulang ulang maka sambungannya itu kayak kabelnya berulang-ulang semakin kuat ingatan memorinya," ungkap dr Aisah Dahlan menjelaskan.
"Yang nanti membedakan waktu sambungan otak ini kayak ada lemnya, kurang lebih 100 jenis memori atau peristiwa ditangkap itu positif maka jenis lemnya lem positif. Sebaliknya kalau peristiwa atau rasa negatif akan mengeluarkan lem negatif pula," terang Ustazah itu.
Sehubungan dengan, apakah akan merusak memori atau otak anak? hal ini belum dijelaskan lebih lanjut oleh dr Aisah DahlaN.
Namun, perlu diketahui, melansir dari Medium, banyak faktor yang mampu mempengaruhi otak atau memori anak bahkan merusaknya. Maka para orang tua, diminta agar tetap berhati-hati dan memantau perkembangan anaknya.
Mulai dari meminimalkan waktu layar, mendorong aktivitas fisik, mempromosikan nutrisi sehat, memprioritaskan tidur yang cukup, dan mengurangi stres, orang tua dapat mendukung perkembangan otak yang optimal dan meletakkan dasar bagi kesuksesan dan kesejahteraan anak mereka di masa depan.
Apabila dikaitkan dengan sikap orang tua yang hobi marah-marah atau mendidik anak dengan cara kurang baik. Tentu peluang besar anak mengalami stres ada.
Kemudian, kalau tingkat stres bagian alami dari kehidupan, stres kronis atau berkepanjangan dapat memiliki efek merusak pada perkembangan otak anak.
"Perhatikan pada anak-anak yang terpapar stres kronis, memungkinkan mengalami kesulitan berkonsentrasi, mengendalikan impuls, dan interaksi sosial. Selain itu, paparan berulang terhadap lingkungan yang penuh tekanan dapat mengubah struktur otak dan meningkatkan risiko kecemasan, depresi, dan gangguan kesehatan mental lainnya di kemudian hari'. (klw).
Kemudian, melansir laman Alodokter, ada penelitian menyatakan perkembangan otak anak yang sering dimarahi bisa terhambat dan ukurannya menjadi lebih kecil dibanding rata-rata anak seusianya. Jadi, terlalu sering memarahi anak benar-benar bisa berdampak secara fisik.
Bagian otak yang terpengaruh, adalah bagian yang memproses suara dan bahasa. Hal ini terjadi lantaran otak cenderung lebih mudah memproses informasi dan peristiwa negatif dibandingkan yang positif. Dengan kata lain, bagian otak ini menjadi “tumpul” karena lebih sering mencerna informasi negatif.(klw)
Waallahualam
Load more