tvOnenews.com - Ustaz Adi Hidayat selaku Direktur Quantum Akhyar Institute telah mendengar hadis riwayat tentang larangan memelihara kucing.
Ustaz Adi Hidayat mengatakan bahwa, sebagian orang keliru memahami hadis riwayat tentang kesucian dan najis dari kucing saat dipelihara di dalam rumah.
Ustaz Adi Hidayat (UAH) menjelaskan hadis riwayat tersebut setelah mendapat pertanyaan dari seorang jemaah tentang hukum memelihara kucing karena adanya kesucian dan najis.
"Apa hukumnya kotoran kucing, atau air kencing kucing, atau pipis kucing? Karena ada sementara yang menyebutkan bahwa itu hukumnya suci," ujar jemaah UAH dilansir tvOnenews.com dari channel YouTube FDN91, Jumat (21/3/2025).
UAH membetulkan ada hadis riwayat yang memaparkan tentang air kencing dan air liur kucing. Tafsir dalam isinya lebih merincikan tentang kesucian dan najis dari bagian kucing.
Namun demikian, UAH juga bertanya-tanya terkait kotoran kucing dianggap suci, sedangkan air liur hewan imut tersebut disebut najis.
"Karena hadis-hadis yang menyebutkan tentang kucing, tidak menyebutkan kotoran yang suci. Bukan pipisnya, tapi air liurnya," terangnya.
Direktur Quantum Akhyar Institute itu berspekulasi pemahaman tafsir hadis riwayat itu sudah sangat keliru. Setiap orang mukmin harus memahami betul asal-usul hadis tersebut.
"Apa sebabnya? Ada dua hal. Petama, hadisnya tidak dibaca dengan ilmu hadisnya. Dalam ilmu hadis, ketika ingin membaca hadis, selain melihat asbabul wurudnya. Sebab kenapa hadis itu muncul," jelasnya.
Wakil Ketua I Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu itu menjelaskan hadis riwayat tentang air liur kucing adalah suci dari redaksi An-Nasa'i Nomor 68.
Hadis riwayat tersebut juga sepaket dengan Abu Dawud nomor hadis 75 dan Imam At-Tirmidzi Nomor 92, begini redaksinya:
إِنَّهَا لَيْسَتْ بِنَجَسٍ إِنَّهَا مِنَ الطَّوَّافِينَ عَلَيْكُمْ وَالطَّوَّافَاتِ
Artinya: "Kucing itu tidaklah najis. Sesungguhnya kucing merupakan hewan yang sering kita jumpai dan berada di sekeliling kita." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, An Nasai & Ibnu Majah)
Berdasarkan hasil rangkumannya, UAH menafsirkan dari kisah Qatadah bin an Nu'man Radhiyallahu 'Anhu. Ia merupakan seorang sahabat Rasulullah SAW.
Hal ini bermula dari Qatadah RA mengambil air Wudhu setelah tiba di rumah anaknya dalam rangka kunjungan. Ketika dia berwudhu, menantunya melihat seekor kucing di sekitar mertuanya.
Kucing tersebut tengah menjilati air Wudhu yang dipakai Qatadah RA untuk berwudhu. Namun, sahabat Rasulullah SAW tidak menghiraukan imbauan tersebut.
Qatadah melanjutkan aktivitas Wudhu seperti biasanya. Menantunya seolah-olah merasa kebingungan apa yang dilakukan oleh mertuanya tersebut.
Bagi menantunya, semua air liur hewan bersifat najis, termasuk kucing maupun hewan lainnya walaupun tidak dianggap haram oleh agama Islam.
"Saya pernah mendengar Rasulullah pernah bersabda, air liur kucing itu tidak najis," tutur UAH sambil mengutip kisah Qatadah RA.
Hadis riwayat dari Sayyidah Aisyah Radhiyallahu 'Anha memperkuat tentang air yang suci, begini redaksinya:
"Ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, seraya berkata, "Wahai Rasulullah, kami naik kapal dan hanya membawa sedikit air, jika kami berwudhu dengannya maka kami akan kehausan, apakah boleh kami berwudhu dengan air laut?" Rasulullah SAW menjawab, "Ia (laut) adalah suci airnya dan halal bangkainya." (HR. Abu Dawud Nomor 76)
UAH pun membandingkan air liur kucing adalah suci, sedangkan air liur dari anjing bersifat najis. Hal ini senada dengan beberapa pertanyaan yang ditimbulkan oleh sebagian umat Muslim.
"Kalau air liur kucing menyentuh bejana, maka tidak perlu dibasuh, karena suci nilainya. Boleh Antum gunakan airnya," jelasnya.
"Tapi kalau anjing yang menjilatnya, maka baru dibasuh dengan tujuh basuhan, salah satu menggunakan tanah," sambungnya menerangkan.
Merujuk dari mazhab ulama, UAH mulai memahami air liur hewan yang ukurannya kecil tidak mengandung najis. Hal ini berbeda dengan anjing sebagai hewan berukuran besar.
"Kapan kemudian muncul keterangan? Jadi maaf air pipis kucing. Nah itu kitab pernah disalin lagi teman-teman sekalian. Namun, salinannya tidak mengacu pada manuskrip, ada pecahan-pecahan," bebernya.
"Saat disalin itulah muncul versi kitab, berubah dari kata qaul jadi baul, jadi baulul hurrah. Baulul itu artinya air pipis. Maka berubah terjemahan, air pipisnya kucing itu suci. Di sini bencana mulai muncul," pungkasnnya.
(udn/hap)
Load more