Setelah berembuk dengan warga termasuk tokoh adat, akhirnya disepakati membangun Masjid Jami’ yang bisa menampung banyak orang untuk berjamaah, termasuk pelaksanaan salat Jumat. Masjid ini terdiri dari 16 tiang besar, di mana satu desa dibebankan untuk meyediakan satu tiang.
Banyak cerita di luar nalar manusia tentang Masjid Jami’ ini, mulai dari pembangunan sampai keberadaan masjid dari masa ke masa.
Dituturkan Zufri, saat pemasangan salah satu tiang, hanya dipasang oleh Angku Mudo Sangkal sendiri, syaratnya ketika dia bekerja tidak boleh dilihat orang lain.
Selain itu, masjid yang berdiri tidak jauh dari Sungai Kampar ini, dinilai keramat karena tidak bisa dimasuki banjir.
Padahal Sungai Kampar sering meluap dan merendam perkampungan warga. Namun uniknya Masjid Jami’ ini tidak pernah terendam banjir.
Tidak hanya itu, masjid ini tidak pernah penuh dan bisa menampung berapapun banyaknya jemaah, meskipun dari luar terlihat melimpah, namun ketika masuk ke dalam masjid ternyata banyak yang kosong.
Di belakang masjid ada bak penampungan berisi air wudhu. Bagi masyarakat sekitar, bak penampungan tersebut biasa disebut kulah. Dalam bak penampungan itu, ada sebuah batu berbentuk kepala kerbau.
Load more