Berkaca dari Kasus Resbob, Pakar Komunikasi Ingatkan Pentingnya Etika Berbahasa dan Bahaya Ujaran Kebencian di Medsos
- kolase tvOnenews.com / Instagram @adimasfirdauss
Jakarta, tvonenews.com- Polemik youtuber Resbob bukan hanya menjadi perhatian publik di media sosial (Medsos). Namun juga ikut disoroti sama Pakar Komunikasi.
Pakar komunikasi ini berasal dari Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, yang ikut menyoroti kasus Resbob viral di Medsos.
Melansir dari laman resmi Kampus, Dr Syukri, pakar komunikasi dan Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Unismuh, menilai kasus Resbob memperlihatkan, bagaimana ruang digital dapat berubah menjadi arena konflik berbasis identitas.
- kolase tvOnenews.com / Instagram @adimasfirdauss
“Dari perspektif komunikasi publik, ujaran penghinaan etnis merusak harmoni sosial karena menyerang identitas kolektif suatu kelompok,” ujarnya saat dihubungi di Kampus Unismuh Makassar, Rabu, 17 Desember 2025, dikutip tvonenews.com, Jumat (19/12).
Lebih lanjut, Dr Syukri mengatakan kalau dugaan ujaran kebencian disampaikan Resbob hina suku sunda dan hina viking menuai kontroversi di tengah masyarakat.
Dengan begitu, Dr Syukri mengatakan kalau ujaran kebencian bukan hanya perkara etika berbahasa. Tetapi bisa memicu permusuhan, diskriminasi, bahkan kekerasan terhadap kelompok yang ditargetkan.
Sehubungan dengan kasus Resbob di dunia maya, Syukri juga menekankan karakter media sosial yang serba cepat, viral, dan minim penyaringan membuat konten provokatif mudah menyebar sebelum sempat dikoreksi.
- dok.tvonenews.com/medsos Resbob
Dia berpendapat memicu ada gejala echo chamber, ketika pengguna hanya berinteraksi dengan kelompok sependapat sehingga bahasa kasar dan umpatan bernada SARA cenderung dinormalisasi.
“Platform digital itu ibarat pisau bermata dua bermanfaat, tetapi juga bisa jadi lahan subur ujaran kebencian,” ujarnya lagi.
Atas kasus ini, ia menilai Resbob bisa terancam undang-undang (UU) ITE pasal 28 ayat 2, yang mengatur larangan menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan.
Juga bisa dapat ancaman pidananya maksimal 6 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp 1 miliar.
“Banyak warganet tidak sadar bahwa unggahan digital bisa berujung proses hukum,” ungkap Pakar komunikasi Dr Syukri.
Load more