Musik atau Lagu yang Mirip Bukan Plagiat? Ini Rahasianya di Balik Algoritma dan Interpolasi Lagu yang Bikin Telinga Tertipu!
- Istockphoto
“Kalau sample pakai master rekaman, lisensinya diurus ke label. Tapi kalau interpolasi, itu langsung ke pencipta atau publisher lagu tersebut,” ujarnya. Artinya, interpolasi bukan pelanggaran, justru bentuk kolaborasi lintas generasi yang memperpanjang usia sebuah karya.
Salah satu musisi yang membuktikan hal ini adalah Whisnu Santika, DJ dan produser musik elektronik Indonesia. Ia kerap mengeksplorasi interpolasi dalam lagu-lagunya seperti Sahara, Mambo Jambo, Tequilla, hingga Yummy.
Single terbarunya, Yalla Habibi, sempat menuai kontroversi karena dianggap mirip dengan Iag Bari Yababa milik ARKADYAN dan Fanfare Ciocărlia. Namun Whisnu menegaskan bahwa lagunya adalah hasil eksperimen legal berbasis interpolasi.
- Instagram Whisnu Santika
“Saya memang mengadopsi elemen dari ‘Iag Bari Yababa’, tapi bukan untuk menjiplak. Justru saya ingin merayakan musik world dengan sentuhan Indobounce yang jadi identitas saya,” ungkapnya. Fenomena ini menunjukkan bahwa interpolasi bukan sekadar trik musikal, tapi bentuk komunikasi lintas budaya dan waktu.
Di tengah derasnya arus musik digital, di mana algoritma memunculkan lagu-lagu serupa demi memenuhi selera pasar, interpolasi justru mengajarkan publik untuk lebih bijak memahami batas antara inspirasi dan penjiplakan.
Musik, pada dasarnya, adalah ekosistem yang saling berhubungan berevolusi dari yang lama menjadi sesuatu yang baru tanpa kehilangan jejak asalnya. Maka sebelum menuduh lagu mirip sebagai plagiat, mungkin kita perlu mendengarnya lagi dengan telinga yang lebih terbuka. (udn)
Load more