Tito Satu Suara dengan Purbaya agar Dana Daerah Jangan Mengendap Saja di Bank: Segera Dibelanjakan!
- ist
“Baik Kemenkeu maupun Kemendagri berupaya memperkuat disiplin fiskal daerah. Perbedaan data jangan diartikan perbedaan arah, karena tujuannya tetap sama: memastikan uang daerah bekerja untuk rakyat, bukan mengendap di rekening,” kata Hestu dalam keterangannya, Sabtu.
Ia menjelaskan, selisih data sebesar Rp18 triliun tersebut bukan indikasi penyimpangan, melainkan hasil dari perbedaan teknis dalam pengumpulan dan pelaporan data.
Data BI, kata Hestu, menunjukkan posisi simpanan Pemda pada waktu tertentu, biasanya di akhir bulan. Sedangkan data SIPD bersumber dari laporan administratif Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) yang bersifat dinamis dan berubah setiap hari sesuai Permendagri Nomor 70 Tahun 2019.
“SIPD merekam kondisi kas daerah yang terus bergerak, sementara data BI bersifat posisi tetap (cut-off), jadi wajar jika angkanya berbeda,” tutur Hestu.
Ia memaparkan tiga faktor utama penyebab selisih data. Pertama, adanya perbedaan waktu pelaporan (cut-off date) antara BI dan SIPD. Kedua, perbedaan definisi akun, karena beberapa rekening atas nama Pemda belum tentu merupakan kas operasional daerah.
Ketiga, adanya potensi kesalahan input atau keterlambatan pelaporan dari daerah akibat keterbatasan sumber daya manusia dan sistem.
Menurutnya, hal-hal tersebut bisa diselesaikan melalui mekanisme rekonsiliasi administratif tanpa perlu diasumsikan sebagai penyimpangan.
“Rekonsiliasi data antara ketiga lembaga ini sangat penting untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas keuangan negara,” tegasnya.
Hestu pun mendorong agar hasil rekonsiliasi diumumkan secara bersama oleh BI, Kemenkeu, dan Kemendagri. Dengan begitu, publik akan memperoleh informasi yang sudah tervalidasi dan tidak menimbulkan perbedaan tafsir di kemudian hari. (ant/rpi)
Load more