Jakarta, tvOnenews.com - Belakangan ini, publik dihebohkan dengan isu perselingkuhan yang menyeret nama mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.
Kabar ini menjadi topik panas di berbagai media sosial dan menimbulkan berbagai spekulasi di kalangan masyarakat. Namun, melalui akun media sosial resminya, Ridwan Kamil memberikan klarifikasi tegas.
Ia membantah keras tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa dirinya hanya pernah bertemu sekali dengan sosok yang disebut sebagai dugaan selingkuhannya, Lisa Mariana. Pernyataan ini diharapkan dapat meredam spekulasi yang berkembang liar di masyarakat.
Tak sedikit ayah biologis yang masih bingung atau bahkan enggan memberikan nafkah, padahal anak tetap memiliki hak atas kehidupan yang layak. Lalu, bagaimana sebenarnya aturan yang berlaku di Indonesia?
Di Indonesia, anak yang lahir di luar pernikahan awalnya hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya. Hal ini diatur dalam Pasal 43 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Namun, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010 memberikan angin segar. Kini, anak di luar nikah juga dapat memiliki hubungan perdata dengan ayah biologisnya, asalkan bisa dibuktikan dengan teknologi seperti tes DNA atau pengakuan langsung dari sang ayah.
Lantas, apakah ini berarti ayah biologis wajib memberikan nafkah? Jawabannya adalah iya! Seorang ayah yang terbukti sebagai ayah biologis bertanggung jawab atas kesejahteraan anaknya, termasuk memberikan nafkah sesuai kemampuannya.
Sayangnya, hukum Indonesia tidak mengatur secara spesifik mengenai besaran nafkah untuk anak di luar nikah. Namun, ada beberapa patokan yang bisa dijadikan acuan:
Mengacu pada Kasus Perceraian: Dalam kasus perceraian, umumnya nafkah anak ditetapkan sekitar 1/3 dari penghasilan ayah.
Menyesuaikan dengan Kebutuhan Anak: Mulai dari biaya makan, pendidikan, kesehatan, hingga keperluan sehari-hari.
Kemampuan Finansial Ayah: Jumlah yang diberikan sebaiknya tidak memberatkan tetapi tetap memenuhi hak anak.
Dalam beberapa kasus, pengadilan dapat memutuskan besaran nafkah jika terdapat gugatan dari ibu atau wali anak.
Tak sedikit kasus di mana ayah biologis menolak bertanggung jawab atas anak di luar nikah. Jika hal ini terjadi, ibu atau wali anak dapat mengajukan gugatan perdata untuk menuntut hak anak.
Meskipun tidak ada aturan pidana khusus bagi ayah yang menolak memberikan nafkah kepada anak di luar nikah, sikap lalai ini bisa menjadi dasar pertimbangan dalam proses hukum perdata. Selain itu, jika ada kesepakatan antara ayah dan ibu yang kemudian dilanggar, sang ayah bisa dikenakan sanksi berdasarkan kesepakatan tersebut.
Terlepas dari status pernikahan, anak adalah titipan yang harus dijaga. Kesejahteraan mereka bukan hanya tanggung jawab ibu, tetapi juga ayah.
Dengan adanya putusan MK, kini tidak ada alasan bagi ayah biologis untuk lepas tangan. Jangan sampai kelalaian dalam menafkahi anak berujung pada masalah hukum di kemudian hari. (nsp)
Load more