Uni Eropa saat ini menjadi tujuan ekspor perikanan terbesar kelima bagi Indonesia dengan komoditas utama seperti tuna-cakalang (36,5 persen), cephalopod (16,9 persen), udang (12,5 persen), dan rumput laut (8,1 persen).
Namun, tidak semua negara produsen perikanan di Asia bisa mengekspor ke Uni Eropa karena standar mutu dan keamanan pangan yang ketat dari DG SANTE UE.
UE sendiri merupakan konsumen besar produk perikanan dunia, dengan konsumsi per kapita sekitar 24-25 kg per tahun dan pendapatan rata-rata 37.900 Euro per tahun, menjadikannya pasar yang sangat potensial.
Untuk dapat mengekspor ke UE, Indonesia harus memperoleh persetujuan resmi dari otoritas kompeten UE melalui inspeksi ketat terhadap SJMKHP dari hulu hingga hilir.
Sejak 1994, Indonesia telah mendapat persetujuan ekspor perikanan ke UE melalui EU Commission Decision (CD) Number 324/94.
Otoritas kompeten UE juga secara berkala melakukan inspeksi ke Indonesia untuk memastikan operasionalisasi SJMKHP sesuai standar UE.
"Intinya adalah menunjukkan kepada UE bahwa aturan yang kita terapkan dan NSPK berjalan efektif dari hulu ke hilir," jelas Ishartini.
Ishartini menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan pemangku kepentingan untuk memperkuat ekspor perikanan.
Dalam hal ini, penerapan SJMKHP membutuhkan peran aktif pelaku usaha, terutama dalam memastikan ketertelusuran bahan baku, sertifikasi pemasok, dan kepatuhan kapal penangkap ikan terhadap standar UE.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, juga menginstruksikan jajarannya untuk terus meningkatkan mutu dan keamanan produk perikanan Indonesia agar mampu bersaing di pasar global, khususnya Amerika Serikat, Jepang, Tiongkok, dan Eropa. (ant/nsp)
Load more