Jakarta, tvOnenews.com - Kondisi ekosistem perekonomian digital Indonesia selama 10 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah tumbuh pesat, dan diprediksi akan menjadi yang terbesar di ASEAN.
Potensinya semakin terlihat dari berbagai indikator yang terus mengalami pertumbuhan, terutama di sektor perbankan digital dan transaksi keuangan digital.
Menurut data dari Bank Indonesia (BI), selama masa pemerintahan Presiden Jokowi antara 2014-2023, volume transaksi perbankan digital Indonesia meroket hingga 898,82%.
Pertumbuhan yang signifikan ini menunjukkan betapa pesatnya perkembangan ekonomi digital di Indonesia.
Selama periode pertama Jokowi, antara 2014 hingga 2019, volume transaksi digital banking mengalami kenaikan sebesar 116,95%.
Detailnya, pada tahun 2014 jumlah transaksi tercatat 1,6 miliar dan terus meningkat setiap tahun hingga mencapai 4,9 miliar transaksi pada tahun 2019.
Jika dirinci lebih lanjut, pada 2014 volume transaksi mencapai Rp11.737 triliun. Kemudian pada tahun 2015, volume transaksi digital naik menjadi Rp12.343 triliun.
Angka tersebut terus meningkat menjadi Rp27.287 triliun pada 2019.
Pertumbuhan yang konsisten ini menunjukkan bahwa perbankan digital semakin menjadi andalan masyarakat.
Pada periode kedua pemerintahan Jokowi, yaitu antara 2020 hingga 2023, pertumbuhan volume transaksi perbankan digital lebih signifikan, mencapai 225,97%.
Pada 2020, volume transaksi mencapai 4,9 miliar dan melonjak hingga 16,1 miliar pada 2023. Dalam hal nominal, transaksi digital banking di 2020 tercatat sebesar Rp27.364 triliun.
Hingga pada 2023, jumlah transaksi digital banking tersebut melonjak menjadi Rp58.617 triliun.
Lonjakan Pengguna QRIS
Sejak diluncurkannya Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), BI mencatat pertumbuhan jumlah pengguna yang signifikan. Pada 2021, jumlah pengguna QRIS tercatat sebanyak 11,5 juta orang dan meningkat menjadi 45,5 juta pada 2023.
Transaksi QRIS pun tumbuh sebesar 217,33% pada Agustus 2024, dengan jumlah pengguna mencapai 52,55 juta dan merchant sebanyak 33,77 juta.
Presiden Jokowi mengatakan bahwa Indonesia harus memanfaatkan semua peluang untuk terus tumbuh di tengah ketidakpastian ekonomi global."
Menurutnya, ekonomi digital Indonesia memiliki potensi besar dan diperkirakan akan tumbuh empat kali lipat hingga 2030.
"Pembayaran digital juga diproyeksikan akan tumbuh 2,5 kali lipat pada tahun 2030 mencapai 760 miliar USD atau sekitar Rp12.300 triliun. Sebuah angka yang sangat besar sekali," ujar Jokowi saat membuka Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) 2024.
Transaksi Digital Tahun 2024
BI optimis bahwa transaksi ekonomi dan keuangan elektronik di Indonesia tetap kuat. Hal ini tercermin dari Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) yang tembus Rp42.008 triliun pada kuartal II 2024, atau meningkat 13.42% year on year (yoy).
BI-RTGS merupakan sistem transfer dana elektronik antarbank dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan per transaksi secara individual.
Sementara dari sisi ritel, volume transaksi BI-FAST tumbuh 67,79 persen (yoy) mencapai 785,95 juta transaksi. Transaksi digital banking tercatat 5.363,00 juta transaksi atau tumbuh sebesar 34,49 persen (yoy).
Selain itu, transaksi Uang Elektronik (UE) tumbuh sebesar 39,24% (yoy) atau mencapai 3.958,53 juta transaksi.
BI mencatat, transaksi QRIS per kuartal II 2024 juga tumbuh 226,54% (yoy), dengan jumlah pengguna mencapai 50,50 juta dan jumlah merchant 32,71 juta.
Sementara itu, transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM mengalami penurunan 8,42% (yoy) menjadi 1.759,92 juta transaksi. Kemudian, transaksi kartu kredit tumbuh 20,92% (yoy) mencapai 114,31 juta transaksi.
Dari sisi pengelolaan uang rupiah, jumlah uang kartal yang diedarkan (UYD) tumbuh 6,61 persen (yoy) menjadi Rp1.057,8 triliun.
Proyeksi Transaksi Digital Meningkat 14 Kali Lipat
Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Ryan Rizaldy, memprediksi bahwa transaksi digital akan tumbuh 14 kali lipat hingga mencapai 10,05 miliar transaksi pada 2030.
"Transaksi digital akan naik dari 0,6 miliar menjadi 10,05 miliar pada 2030," ungkap Ryan.
Generasi Y, Z, dan Alpha diperkirakan akan menjadi penggerak utama pertumbuhan ini karena preferensi mereka terhadap pembayaran digital yang semakin dominan.
Namun, BI menyadari bahwa infrastruktur digital yang ada saat ini perlu ditingkatkan untuk mengakomodasi pertumbuhan besar ini.
"Kami di BI harus memastikan infrastruktur yang ada mampu menangani peningkatan transaksi 14 kali lipat ini," ujar Ryan.
Pertumbuhan ekonomi digital Indonesia yang pesat menunjukkan potensi besar yang harus terus dimaksimalkan.
Dengan terus memperkuat infrastruktur digital, Indonesia diharapkan mampu menjadi pemimpin ekonomi digital di ASEAN dan berkontribusi besar pada perekonomian global. (rpi)
Load more