Jakarta, tvOnenews.com - Mahalnya harga obat di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan pemerintah.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mendesak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan pemangku kepentingan terkait agar segera mengatasi persoalan harga obat yang mahal dibanding negara-negara lain.
Mahalnya harga obat di Indonesia sudah mulai dikeluhkan masyarakat dan berimbas pada mahalnya biaya pengobatan dan kesehatan. Untuk itu, DPR mendesak Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin supaya mencari solusi atas persoalan tersebut.
"Hari ini kita agak kaget dan prihatin mendengarkan banyak curhatan juga dari masyarakat terkait dengan kenaikan harga obat yang cukup mengagetkan," kata Kurniasih Mufidayati dikutip dari Antara, Sabtu (13/7/2024).
"Mudah-mudahan ini bisa segera diintervensi oleh Kementerian Kesehatan dan juga mungkin kementerian lain yang terkait," imbuhnya.
Harga obat yang mahal membuat masyarakat kesulitan membeli obat. Padahal mendapatkan obat yang murah dan berkualitas merupakan hak setiap masyarakat.
Terlebih, Indonesia sejatinya memiliki perusahaan-perusahaan farmasi besar di bawah Kementerian BUMN dan Kemenkes.
"Kalau untuk obat rasanya memang harus diberikan hak mendapatkan harga yang terjangkau dengan kualitas yang baik supaya kesehatan rakyat Indonesia ini bisa terwujud untuk menuju sehat Indonesia," kata dia.
Beberapa waktu lalu, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin sempat dipanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait masalah harga obat di Tanah Air.
Menkes mengakui bahwa harga obat di Indonesia bisa tiga hingga lima kali lebih mahal dari Malaysia. Hal ini salah satunya tak lain adalah karena inefisiensi perdagangan.
"Tadi disampaikan bahwa perbedaan harga obat itu 3 kali, 5 kali dibandingkan dengan di Malaysia, misalnya 300 persen, 500 persen," kata Menkes setelah rapat internal dengan Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (2/7),
Menkes mengatakan, mahalnya harga obat dan alat kesehatan di Indonesia tidak serta merta disebabkan oleh pajak, melainkan ada inefisiensi perdagangan.
Oleh sebab itu, perlu ditelisik lebih lanjut akar masalah sebenarnya sehingga terang benderang dan tidak merugikan masyarakat.
"Pajak kan gampangnya paling berapa, pajak kan 20 persen, 30 persen, nggak mungkin, bagaimana menjelaskan bedanya 300 persen, 500 persen. Sesudah kita lihat ada itu tadi, inefisiensi dalam perdagangannya, jual belinya, banyaklah masalah tata kelola, pembeliannya," jelas Menkes Budi Gunadi Sadikin.
Menkes mengatakan perlu ada tata kelola lebih transparan untuk mencari kombinasi yang semurah mungkin bagi pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan.
Pihaknya juga berjanji akan berbicara dengan produsen alat kesehatan dalam negeri serta asosiasi farmasi untuk mencari solusi. (ant/rpi)
Load more