Jakarta, tvOnenews.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan kekecewaan pemerintah terkait rencana Uni Eropa yang melarang masuknya produk sawit dan turunannya asal Indonesia dalam aturan produk anti deforestasi atau European Union on Deforestation-free Regulation (EUDR) .
Hal tersebut diungkapkan Kepala Negara saat bertemu dengan Menteri Iklim dan Lingkungan Norwegia Andreas Bjelland Eriksen di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (2/6/2024).
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengungkapkan, pertemuan Presiden Jokowi dan Menteri Eriksen juga membahas aturan Uni Eropa terkait produk bebas deforestasi atau European Union on Deforestation-free Regulation (EUDR).
"Presiden juga appeal (memberi pembelaan) kepada Norwegia untuk memberi pemahaman dan persepsi yang tepat agar tidak terjadi disriminasi terkait dengan sawit," kata Siti Nurbaya.
Meski bukan menjadi salah satu anggota dari negara Uni Eropa,Presiden Jokowi berharap dukungan Norwegia, untuk mendorong kejelasan persepsi rantai suplai dalam aturan itu, terutama terkait produk sawit Indonesia.
Sementara itu, Menteri Iklim dan Lingkungan Norwegia Andreas Bjelland Eriksen mengapresiasi berbagai upaya dan keberhasilan pemerintah untuk sektor lingkungan.
"Indonesia telah mencapai hasil yang signifikan dan luar biasa dalam upaya deforestasi beberapa tahun terakhir, apa yang sudah dicapai disini adalah upaya mengurangi reforestasi hingga 90 persen," katanya dalam kesempatan yang sama.
Larangan Impor
Sebelumnya, regulasi EUDR diuraikan dalam Komunikasi Komisi Uni Eropa tahun 2019. Ide awalnya adalah untuk mencegah dan meminimalkan risiko deforestasi dan degradasi hutan di seluruh dunia. Dengan membatasi produk - produk yang yang terkait deforestasi, Uni Eropa harus bisa lebih berperan dalam menjaga lingkungan global.
Regulasi EUDR ini akhirnya disetujui dan ditetapkan Uni Eropa pada 29 Juni 2023. Selanjutnya, para pemasok tujuh kelompok barang terkait, diberi waktu 18 bulan untuk memenuhi sejumlah regulasi yang ditetapkan. Jika gagal memenuhi persyaratan, maka produk - produk tersebut tidak boleh lagi dijual di Uni Eropa mulai 30 Desember 2024.
Namun, aturan ini dipandang tidak masuk akal, karena para penghasil tujuh komoditas yang diatur wajib menyertakan geolokasi untuk memastikan produk tersebut bukan datang dari lahan deforestasi.
"Selain itu, EUDR juga tidak memperhatikan kondisi kemampuan setempat seperti petani kecil, peraturan negara produsen yang berdaulat seperti ketentuan skema sertifikasi sawit yang berkelanjutan, hingga ketentuan mengenai perlindungan data pribadi," kata Airlangga Hartarto.
Apalagi, regulasi EUDR tersebut dinilai sebagai bentuk diskriminasi dari Uni Eropa, dan menjadi bentuk hukuman terhadap 7 komoditas dalam EUDR. Ditambah lagi, kebijakan ini berpotensi tidak sejalan dengan ketentuan World Trade Organization (WTO).
Menjadi negara yang bakal terancam regulasi EUDR, Indonesia bersama Malaysia terus menyuarakan keberatan terhadap kebijakan EUDR tersebut. Sejak Mei 2023, kedua negara telah berupaya melobi agar rancangan aturan EUDR tidak sampai ditetapkan.
Gagal melobi berbagai pihak untuk mengalir rancangan regulasi EUDR saat itu, Indonesia dan Malaysia kembali berupaya mengungkapkan kekhawatirannya sebelum pelaksanaan EUDR akan mulai berlaku efektif pada Januari 2025. (hsb/ant)
Load more