Angka tersebut mengindikasikan bahwa target inflasi bank sentral AS atau The Fed masih jauh sehingga pemangkasan suku bunga kebijakan AS berpotensi tidak terjadi dalam waktu dekat, sebagaimana yang dikatakan Ketua The Fed Jerome Powell bahwa masih menanti isyarat dan angka inflasi mengarah ke 2 persen.
Disusul angka penjualan ritel Amerika yang meningkat menjadi 0,7 persen, jauh di atas perkiraan yang hanya 0,4 persen, mengukuhkan penguatan dolar AS terhadap rupiah.
Dari sisi geopolitik, konflik antara Iran dan Israel membuat pedagang mengalihkan pandangan terhadap aset safe haven mata uang yaitu dolar AS.
"Saat ini tren penguatan dolar AS masih terlihat jelas sehingga rupiah berpotensi akan terdepresiasi lebih lanjut," ujarnya.
Brahmantya memprediksi, rupiah akan bergerak pada kisaran Rp15.850 per dolar AS sampai dengan Rp16.250 per dolar AS. (ant/rpi)
Load more