Sosiolog Kriminalitas Ungkap Sejumlah Kejanggalan Kematian Diplomat Arya Daru yang Masih Perlu Didalami
- Tim tvOne - Sri Cahyani Putri
Sleman, tvOnenews.com - Penyebab kematian Arya Daru Pangayunan telah terungkap. Berdasarkan serangkaian penyelidikan, polisi menyatakan tidak ada unsur pidana dan keterlibatan pihak lain dalam kematian Diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) ini.
Polisi menyebutkan bahwa kematian Arya karena kehabisan napas. Mengingat, jasad korban saat ditemukan di indekosnya dalam kondisi kepalanya terlilit lakban pada 8 Juli 2025 lalu.
Berkaitan hal tersebut, Sosiolog Kriminalitas asal Yogyakarta Soeprapto, melihat masih banyak hal yang perlu didalami, seperti ketika korban terekam CCTV di rooftop lantai 12 Gedung Kemenlu, termasuk isi barang bawaannya.
Berdasarkan keterangan digital forensik terkait CCTV, korban terpantau di rooftop sejak pukul 21.43 WIB hingga 23.09.54 WIB. Dari pengamatan CCTV awal naik, korban membawa tas gendong dan belanja. Namun saat turun dari rooftop, korban sudah tidak membawa kedua tas tersebut.
"Saat di roof top (korban) membawa apa saja, hanya dokumen atau dokumen dan pakaian atau pakaian saja. Jika hanya dokumen, maka bisa diduga tujuan ke rooftop terkait profesinya." tutur Suprapto saat dihubungi, Rabu (30/7/2025).
"Namun, jika ada pakaian, maka perlu dikaji pakaian laki-laki atau perempuan. Jika pakaian pria mungkin untuk sangu ke Finlandia. Tapi kalau pakaian perempuan apakah sesuai ukuran istrinya, kalau tidak sesuai, pakaian itu untuk siapa. Saat di atas (korban) berkomunikasi dan atau bertemu siapa," lanjut dosen purna Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tersebut.
Ia melanjutkan, bahan kajian lainnya adalah jarak antara Kemenlu dengan kos korban. Sebab, korban hanya membutuhkan waktu kurang lebih 14 menit dari rooftop gedung Kemenlu menuju indekosnya di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
"Pukul 23.09 WIB, korban sudah meninggalkan rooftop tanpa membawa tas. Pukul 23.23 WIB, korban sampai kosannya, hanya butuh waktu 14 menit untuk menempuh jarak 3,7 km dan perjalanan tercepat 17 menit, itupun jika tidak dari lantai 12," ucap Soeprapto.
Selain itu, ia juga menyoroti pintu kamar dan jendela kos korban yang terkunci dari dalam yang mana ada tiga lapis kunci. Jika diasumsikan bahwa saat masuk kamar mengunci pintu plus slot, bisa jadi hanya mengunci dengan kartu.
Lebih lanjut, saat korban membuang sampah, pintu kamar tidak terlihat di beberapa tayangan CCTV. Sehingga, sangat mungkin ada seseorang yang masuk ke kamar korban.
Kemudian, Soeprapto juga mencurigai keberadaan CTM (Chlorpheniramine) yang dikonsumsi oleh korban. Untuk diketahui, tim Puslabfor mengungkap, Arya Daru sempat mengonsumsi beberapa jenis obat yaitu CTM dan parasetamol. Adapun, CTM merupakan obat untuk meredakan alergi yang memiliki efek mengantuk.
"Saya tetap mencurigai jangan-jangan keberadaan CTM itu merupakan salah satu upaya membuat agar korban tidak berontak ketika mendapatkan eksekusi," ucapnya.
Menurut Soeprapto, kematian korban dengan melakban dirinya sendiri sangat tidak mungkin.
"Karena ada pertanyaan arah lakbannya kemana ke kanan searah jarum jam atau tidak. Lebih menariknya dari atas atau bawah, sangat tidak masuk akal ketika orang mau membunuh dirinya dengan melakban, misalnya dari atas ketika di kepala ada rambut pasti sangat licin, kesulitan. Dari bawah begitu sampai atas ada kesulitan, tapi mulut dan hidung sudah tersumbat pasti tidak akan selesai. Tapi itu rapi sekali sehingga dalam penalaran sangat tidak mungkin dilakukan oleh dirinya sendiri," ujarnya.
"Posisi korban saat ditemukan kalau bunuh diri dengan menyumbat saluran pernapasan pasti tida sebagus itu posisinya. Pasti berbalik sana, berbalik sini sehingga posisi terakhirnya bisa jadi kaki dibawah tempat tidur atau memegang hidungnya," sambung Soeprapto.
Terakhir, dia juga mempertanyakan hilangnya penjaga kos dan handphone yang tidak dijelaskan. (scp/buz)
Load more