Ratusan Ojol Gabungan Aplikator Gelar Aksi Unjuk Rasa, Blokade Jalan Sepanjang Malioboro Yogyakarta
- Tim tvOne - Sri Cahyani Putri
Adapun, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No 1 Tahun 2012 hanya mengatur layanan pos komersial yang tidak relevan terhadap layanan antar makanan dan barang pada ojol yang bersifat 'on demand'.
"Alangkah baiknya, regulasi (antar makanan dan barang) menggunakan UU pos itu lebih baik. Ada berat barang, dimensi dan sebagainya. Kasihan (ojol roda dua) ada yang bawa kulkas, kasur namun bayarnya tetap sama. Padahal, resiko di jalannya lebih tinggi," ucap Janu.
Ketiga, ketentuan tarif bersih Angkutan Sewa Khusus (ASK) pada ojol roda 4. Dalam regulasi tarif ASK yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan No PM 118 Tahun 2018 tentang ASK, dan juga Surat Keputusan Gubernur di tiap-tiap daerah belum mengatur besaran potongan aplikasi sehingga aplikator bebas sesuka hati melakukan pemotongan terhadap tarif yang diperoleh oleg pengemudi. Karena itu, pihaknya melihat perlu segera dibuat ketentuan mengenai besaran potongan aplikasi pada ASK.
Keempat, diterbitkannya transportasi online di Indonesia yang mengatur kesejahteraan ojol. Perlu diketahui, permasalahan transportasi online di Indonesia tersebar di berbagai kementerian, mulai dari ketentuan tarif, hubungan driver dengan aplikator apakah kemitraan atau ketenagakerjaan, perizinan, pembatasan quota kendaraan, transparansi struktur biaya, jaminan sosial, pemberian subsidi BBM, tata kelola pemerintah daerah dan lain-lain.
Sekretaris Daerah DIY, Beny Suharsono mengatakan bahwa Pemda DIY secara terbuka menerima dan menindaklanjuti seluruh aspirasi yang disampaikan oleh massa aksi yang menyoroti isu perlindungan terhadap pekerja informal, termasuk pengemudi ojek daring.
“Kami menerima aspirasi dari perwakilan aksi. Intinya, saya sangat setuju bahwa demonstrasi harus dilakukan dengan tertib. Karena tuntutan mereka menyangkut kepentingan masyarakat luas,” ujar Beny.
Menurut Beny, terdapat poin substansial yang menjadi fokus perhatian Pemda DIY dalam aksi tersebut. Satu di antaranya yakni, tuntutan yang berkaitan dengan kewenangan daerah, yang harus disampaikan ke pemerintah pusat.
Dijelaskannya, diskusi antara perwakilan massa aksi dan pemerintah berlangsung konstruktif. Ia menyebut sejumlah inisiator awal gerakan ini, sebelumnya telah berangkat ke Jakarta atas permintaan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X untuk menyuarakan isu serupa di tingkat pusat.
“Waktu itu mereka membuat kajian awal soal perlindungan pekerja informal. Kajian itu kami teruskan ke pemerintah pusat untuk menjadi bahan dialog,” ungkap Beny.
Ia menambahkan bahwa saat ini tengah disiapkan regulasi baru dalam bentuk Peraturan Menteri untuk memperkuat perlindungan hukum bagi para pekerja informal.
Terkait permintaan massa aksi agar diterapkan sanksi terhadap pelanggaran aturan oleh aplikator, Beny menegaskan pentingnya dasar hukum yang sah.
“Kalau tidak ada dasar hukumnya, tidak bisa diberlakukan sanksi. Karena itu, kami akan mengusulkan kembali ke pusat agar ada regulasi yang mengatur sanksi ini,” jelasnya.
Pemda DIY, lanjut Beny, akan terus memfasilitasi dialog antara pekerja dan pemangku kebijakan, baik di daerah maupun pusat. Ia menyebut bahwa pendekatan yang dilakukan tidak hanya melalui dinas terkait, tetapi juga difasilitasi langsung oleh pemerintah daerah.
Beny juga menekankan pentingnya mempertemukan pekerja dengan Gubernur DIY untuk membahas regulasi yang menyentuh kebutuhan dasar mereka.
Load more