Batam - Operasi Laut Terpadu Jaring Sriwijaya yang digelar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) pada tahun 2020 lalu, berhasil mengungkap tindak pidana pencucian uang yang dilakukan para penyelundup rokok ilegal di wilayah Kepulauan Riau (Kepri). Tidak tanggung-tanggung kerugian negara yang ditimbulkan dari aktivitas ilegal ini disebutkan mencapai angka Rp1 triliun.
"Para penyelundup rokok ilegal yang berhasil diamankan dalam operasi 2020 lalu ini, merugikan pendapatan negara hingga Rp1 triliun," ungkap Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani saat kunjungannya ke Batam, Jumat (23/9/2022).
Untuk pengungkapan ini, pihaknya berhasil mengamankan barang bukti berupa 51.400.000 batang rokok impor ilegal merek Luffman yang dibawa dari Vietnam. Selain itu, barang bukti lain adalah 1 unit Kapal Layar Motor (KLM) Pratama GT210, 1 unit mobil, 1 unit kapal giant High Speed Crafts (HSC) 38 meter mesin MAN 3x1.800 HP, 5 unit HSC, 3 unit speedboat yang seluruhnya telah disita oleh negara.
HSC sendiri merupakan kapal dengan konstruksi fiber yang dilengkapi 4-8 unit mesin berkecepatan tinggi dengan desain open top yang dirancang khusus untuk penyelundupan.
"Untuk HSC Giant yang kita sita itu, adalah salah satu upaya pencucian uang yang dilakukan oleh para pemain rokok ini. Saat ini kapal yang dimaksud masih ditahan di salah satu galangan kapal di Batam. Jadi untuk mencuci uang hasil kejahatannya, mereka ini merakit kapal HSC berukuran besar yang mungkin kegunaannya untuk aktivitas penyelundupan dengan kuota yang lebih besar," tegasnya.
Pengungkapan pencucian uang yang dilakukan oleh para penyelundup ini, diawali dengan penangkapan aktivitas ilegal pemindahan rokok secara ship to ship, yang diketahui wilayah perairan Berakit, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau pada Oktober 2020 silam.
Petugas patroli laut Bea Cukai saat itu mendapati Kapal Layar Motor (KLM) Pratama, yang tengah memindahkan muatan rokok ilegal ke speedboat, dan nantinya akan diedarkan di sepanjang Pesisir Timur Sumatera.
"Itu adalah awal kami akhirnya berhasil mengungkap pencucian uang ini. Saat itu kami berhasil mengamankan 14 tersangka. Dan satu tersangka lain atas nama Jamal yang berperan sebagai koordinator lapangan," paparnya.
Namun, saat proses pengadilan akan berlangsung, Jamal kemudian mengajukan proses pra peradilan yang dimenangkan oleh Jamal. Sehingga pengadilan meminta agar Bea dan Cukai melepaskan seluruh barang bukti yang sudah diamankan.
Walau demikian, sebagai tindak lanjut penanganan kasus, Bea Cukai melalui Satgas TPPU Bea Cukai berkoordinasi dengan institusi penegak hukum lainnya guna melakukan pengembangan penyidikan.
Hasilnya pada bulan September 2021, Bea Cukai kembali menetapkan seorang tersangka berinisial LHD yang diketahui berperan sebagai koordinator utama penyelundupan rokok ilegal. "Pada akhir Agustus 2022 lalu, Kejaksaan Agung Republik Indonesia menyatakan hasil penyidikan telah lengkap (P-21), berkas perkara tersangka LHD ditetapkan sebagai kasus TPPU terbesar yang proses penyidikannya dilakukan oleh Bea Cukai. Inilah alasan kenapa kasus tahun 2020 ini baru kita buka sekarang karena putusan pengadilan sudah inkrah," lanjutnya.
Askolani menyebutkan, pengadilan memberikan pasal berbeda bagi komplotan penyelundupan rokok ilegal ini. Untuk 14 orang ABK KLM Pratama dan Jamal sebagai koordinator, dikenakan Pasal 102 huruf (a) dan atau Pasal 102 huruf (b) Undang-Undang Kepabeanan.
Sementara untuk tersangka LDH, dikenakan Pasal 102 huruf (a) dan atau Pasal 102 huruf (b) UU Kepabeanan dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). (ahs/wna)
Load more