Surabaya, Jawa Timur - Perajin Tempe melakukan mogok produksi, sebagai bentuk protes kenaikan harga kedelai yang meroket, Senin (21/02/2022). Mogok produksi dilakukan mulai hari ini, 21 sampai 23 Februari 2022, sesuai surat edaran dari paguyuban perajin tertanggal 15 Februari nomor 01/PPT/Jatim/II/2022.
Salah satu perajin tempe di kampung tempe Sukomanunggal Surabaya, Markuat mengaku, telah menerima edaran tersebut, dan mulai hari ini hingga Rabu tidak melakukan produksi.
Meski turut serta dalam aksi mogok, Markuat menilai naiknya harga produksi tahu tempe, khususnya bahan baku kedelai merupakan hal yang wajar, karena ongkos produksi di bidang apapun pasti akan mengalami kenaikan.
“Saya turut serta tidak produksi hari ini sebagai bentuk solidaritas sesama perajin tahu tempe, setidaknya aksi kami selama 3 hari bisa dipahami oleh konsumen jika bahan baku tahu tempe sedang naik “ tutur Markuat.
Aksi mogok perajin tahu dan tempe dilakukan sebagai bentuk protes kepada pemerintah untuk melakukan intervensi atas kenaikan kedelai. Saat ini, harga kedelai telah menembus Rp11.500.
“Saya akan ikuti himbauan mogok produksi tempe dan tahu. Karena sampai saat ini harga kedelai tinggi per kilogramnya mencapai Rp11.500,” kata Markuat.
Menurutnya, kedelai sering kali naik secara bertahap. Mulai dari Rp7000, Rp10.000, hingga kini Rp11.500. Tentu akan mempengaruhi pendapatan dan biaya produksi.
"Ya, kenaikan dalam satu tahun sangat drastis terus mulai dari tahun 2021 terus naik. Akhirnya pengaruh ke produksi tempe," ujarnya.
Berbeda dengan Markuat, Sudjoko yang juga warga kampung Tempe Sukomanunggal Surabaya, sudah mengurangi produksinya sejak awal pandemi 2020 silam.
“Sebelum pandemi Covid-19, tempe yang dihasilkan bisa 1 kwintal. Namun saat ini hanya 80-75 kilogram saja . Apalagi sekarang ditambah dengan naiknya harga kedelai yang mempengaruhi pendapatan kami perajin tempe,” kata Djoko.
Perajin tahu tempe berharap pemerintah kota Surabaya bisa hadir untuk memberikan intervensi dalam menstabilkan harga kedelai, agar perajin tidak dibebankan oleh biaya produksi yang mahal, dan juga pendapatan yang semakin menurun.
Imbas dari harga bahan baku kedelai, tak hanya berdampak pada perajin dan pedagang saja, tetapi juga konsumen. Perajin tidak bisa menurunkan harga jual atau menstabilkannya.
"Kalau konsumen ketinggian harganya, kasihan korbannya konsumen juga. Kalau libur (jualan) tahu dan tempe ini lumayan banyak yang juga akan berdampak. Ya mau gimana lagi," pungkas Djoko. (Zainal Azhari/hen)
Load more