Surabaya, tvOnenews.com – Terkait bentrok masyarakat Rempang dengan aparat keamanan, tokoh pemuda Minang di Kota Surabaya menyesalkan terjadinya peristiwa tersebut. Tokoh pemuda Minang Sahlan Azwar dan beberapa pemuda berdarah Minang, mendesak petugas keamanan yang menahan warga Rempang karena perjuangan mempertahankan tanahnya, segera dibebaskan.
Sahlan Azwar, yang juga seorang advokat ini menyebutkan, legalitas kepemilikan tanah harus didasari buku dari pemerintah setempat, disini tak ada surat yang jelas atau administrasi, ketika ada yang menjual. Menurutnya, hal ini berbeda dengan di Pulau Jawa, banyak administrasi semisal buku kretek, leter C, petok D, sertifikat dan HGB. Sedangkan di Sumatera, tidak adanya adminitrasi ketika ada yang jual beli, semisal ada yang jual harus ada laporan dari desa setempat.
“Saya sampaikan, kami mesti melihat HGU yang dikeluarkan dari Pemerintahan setempat, misalnya dalam Undang-undang dijelaskan hadirnya pemerintah itu untuk memberikan kesejahteraan seluas-luasnya kepada masyarakat, namun ini malah menindas masyarakat,” tegasnya.
Menurutnya, sesuai dengan Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945, menerangkan Bumi, Air dan Kekayaan Alam yang seluruhnya diperuntukkan untuk kesejahteraan masyarakat, bukan masyarakat yang diusir.
“Terkait dengan hal tersebut kepemilikan konsep Negara tidak ada dalam hukum tanah milik pemerintah. Tanah yang ada di Indonesia itu milik rakyat, bukan milik pemerintah,” ujarnya.
Sahlan menambahkan, jika pemerintah ingin mengambil apapun bentuknya, dia harus memberikan ganti rugi kepada masyarakat. Dalam kasus Rempang ini, pihaknya melihat kronologinya pemerintah atau BPN Batam ingin mengambil lahan tersebut dikawal oleh Kepolisian dan TNI.
“Masyarakat ini tidak ada daya untuk melawan pemerintah. Mereka hanya bertahan ketika Polisi dan BPN Batam datang, sehingga mereka tidak ada alasan untuk mempertahankan, sehingga terjadi bentrok tidak mau haknya diambil. Kalau menurut saya, sesuatu yang lumrah mereka bertahan memperjuangkan tanah adatnya,” tambahnya.
“Investasi silahkan, dengan cara-cara yang benar cara-cara yang adil, dan cara-cara yang memang membela kepentingan rakyat,” tutur Sahlan.
Sahlan menilai, kasus ini muncul akibat ketidakjelasan legalitas lahan dan kepemilikan di Pulau Rempang, yang telah memicu konflik antara penduduk asli dan pihak-pihak lain yang berusaha menguasai pulau tersebut ? Ada indikasi kuat bahwa beberapa pihak tidak memiliki surat legalitas yang sah dari pemerintah setempat untuk klaim atas lahan tersebut,” pungkasnya.
Sahlah Azwar dan teman-temannya dari Minang berharap, kasus rempang ini dapat segera diselesaikan untuk menciptakan perdamaian dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat di Pulau Rempang. (msi/hen)
Load more