Surabaya, tvOnenews.com - Kebijakan baru Menteri Pendidikan Budaya Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim terkait mahasiswa Sarjana Satu (S1) tidak wajib membuat skripsi, disambut baik kalangan akadimisi dan mahasiswa di Kota Surabaya. Mahasiswa berharap kebijakan tersebut segera direalisasikan sehingga tidak menjadi beban di akhir studi.
Mahasiswa S1 saat ini tidak wajib membuat skripsi, hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi nomor 53 tahun 2023, tentang penjaminan mutu pendidikan tinggi. Untuk kelulusan sarjana satu tidak diharuskan tugas akhirnya dalam bentuk skripsi.
Kebijakan Mendikbudristek ini disambut baik mahasiswa dan akadimisi di kota Pahlawan. Diantaranya, Giraldine Julia Tambunan, mahasiswi Universitas Dokter Soetomo (Unitomo) Surabaya. Mahasiswi Sastra Inggris semester tujuh ini menilai kebijakan tersebut sebuah kelonggaran bagi mahasiswa. Dia sendiri merasakan bagaimana sulit dan ribetnya menyusun skripsi.
“Kebijakan ini cukup baik ya. Mungkin ini bisa dikatakan memberi kelonggaran kepada mahasiswa. Sehingga mahasiswa tidak lagi terbebani dengan tugas akhir membuat skripsi,” ungkap mahasiswi berambut sebahu ini, usai keluar dari ruang perpustakaan.
Geraldine mengaku merasakan sendiri bagamana sulit dan ribetnya membuat skripsi. Dia harus banyak mencari dan mengumpulkan data untuk kebutuhan skripsinya. Karena itu, dia kerap ke perpustakaan kampus untuk mengumpulkan data buat skripsinya.
“Kebetulan saya saat ini sedang membuat skripsi. Saya ini bolak-balik ke perpustakaan untuk mencari dan mengumpulkan data guna mendukung skripsi saya ini,” ujarnya.
“Nah, kalau ada Kebijakan dari Mendikbudristek untuk mahasiswa S1 tidak wajib membuat sekripsi tentu hal ini sesuatu yang baru yang merigankan mahasiswa. Kami setuju dan mendukung kebijakan tersebut,” tandasnya.
Hal yang sama juga disampaikan Alfert, mahasiswa Teknik Informatika Unitomo, Surabaya. Menurut mahasiswa yang juga semester 7 ini Kebijakan Mendikbudristek cukup baik, dan tidak membebani mahasiswa yang duduk di semester akhir.
“Kami menyambut baik ya kebijakan ini. Menurut saya memang mahasiswa memang tidak perlu membuat skripsi tapi cukup membuat tugas akhir saja, apa pun bentuknya sesuai dengan bidang keilmuan mahasiswa bersangkutan,” ujar Alfert.
“Saya berharap kebijakan tersebut segera direalisasikan di kampus-kampus sehingga mahasiswa tidak terbebani dengan membuat skripsi,” imbuhnya.
Sementara itu, bagi kalangan akademisi tidak mempermasalahkan kebijakan Mendikbudristek yang tidak mewajibkan mahasiswa membuat skripsi ini. Menurut Hufron, Dosen Pasca Sarjana Fakkultas Hukum di Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya, tidak masalah dengan kebijakan tersebut asalkan dalam proses studinya membuat mahasiswa memiliki kecukupan dan kecakapan. Tidak hanya pengetahuan, sikap intelekktual tapi juga keterampilan.
“Artinya, tidak melulu pendidikan itu di dalam kelas tapi bisa di luar kelas. Ada banyak pilihan yang itu bagian dari model Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka. Tugas akhir itu tidak mesti harus dengan skripsi, tapi bisa dengan berbagai model tergantung perguruan tinggi yang akan menentukan dalam kebijakan perguruan tinggi masing-masing,” ungkap Dr Hufron SH MH, Dosen Pasca Sarjana Fakultas Hukum Untag, Surabaya.
“Menurut saya tidak ada masalah yang penting semua prosesnya itu adalah berakhir mahasiswa itu memiliki kecukupan dan kecakapan, tidak ada tidak hanya pengetahuan sikap tapi juga keterampilan, hasil dan soft skillnya itu terintegrasi sehingga dia lulus,” imbuhnya.
“Dia tidak saja dia lulus dengan IPK tinggi tetapi dia lulus dengan skill tertentu atau keahlian tertentu sesuai dengan bidang studinya masing-masing. Saya kira itu yang penting,” pungkasnya. (msi/gol)
Load more