Namun belakangan pasar thrifting ini terancam ditiadakan karena larangan pemerintah yang tidak lagi mengizinkan masuknya pakaian bekas import ke tanah air. Alasannya thrifting berbeda dengan garage sale dan preloved, tetapi hampir sama dengan awul-awul, merupakan sebuah tren membeli baju bekas impor yang seiring dengan ngetrennya aktivitas mengumpulkan pakaian bekas bermerek. Importasi baju bekas dari luar negeri semakin marak di dalam negeri.
Tren dengan istilah thrifting itu juga menjamur di e-commerce hingga media sosial. Untuk itu Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki saat di Surabaya (13/3) lalu menyatakan pihaknya akan menegur e-commerce yang mewadahi penjualan baju impor bekas tersebut, sedangkan untuk media sosial itu agak susah.
Berdasarkan data laporan Populix bahwa social commerce (online) lewat platform media sosial semakin diminati oleh masyarakat Indonesia.
TikTok Shop menjadi platform media sosial yang paling sering digunakan untuk berbelanja online di Indonesia. Jumlahnya mencapai 45 persen, disusul WhatsApp (21 persen), Facebook Shop (10 persen), dan Instagram Shopping (10 persen) dengan rata-rata uang yang dihabiskan untuk belanja online lewat media sosial adalah sekitar Rp275.000 setiap bulannya.
Larangan dari pemerintah ini sesuai aturan terkait pelarangan impor baju bekas dari luar negeri tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
“Larangan tersebut pada tahun ini kembali ramai karena tren thrifting menggerus pasar UMKM dalam negeri dan berdampak menurunkan lapangan kerja, yang mana tidak sejalan dengan gerakan bangga buatan Indonesia,” ujar Teten. (zaz/hen)
Load more