Surabaya, tvOnenews.com - Berburu beragam barang bekas, terutama pakaian, di Pasar Pagi Tugu Pahlawan, adalah favorit kebanyakan warga Surabaya. Di sini bisa ditemui beragam pakaian bekas, mulai dari jaket, celana, kaos, topi dan lain-lain. Pasar Pagi Tugu Pahlawan atau dikenal dengan sebutan TP Pagi, berlokasi di Jalan Pahlawan, Surabaya.
Hampir setiap hari terutama hari Minggu warga yang hobi berburu baju bekas atau thrifting baju branded import di Tugu Pahlawan, harganya sangat murah bagi warga yang hobi pakaian branded, namun berkantong pas-pas an, seperti mahasiswa dan pekerja kantoran.
“Dibanding jika membeli baju bekas via online yang cenderung mahal. Kerap kali saya menemukan baju branded dengan harga murah, makanya itu yang membuat saya tertarik thrifting di TP Pagi ini,” ujar Indera, salah satu pembeli, Rabu (29/03).
Harga pakaian di TP Pagi pun beragam, kaos misalnya dibanderol sekitar Rp20 ribu hingga Rp30 ribuan, jaket Rp30 ribu hingga Rp70 ribuan, dan celana Rp30 ribu hingga Rp50 ribuan. Jika pintar menawar, bisa mendapat barang branded dengan harga sangat murah, misalnya Rp5 ribu untuk satu item kaos. Rata-rata penjual di pasar ini berasal dari Madura.
Pasar Tugu Pahlwan buka setiap hari dari Senin sampai Minggu mulai pukul 06.00 sampai 10.00 pagi. Puncak keramaian pasar biasanya pada hari Minggu. Supaya bisa bebas dan puas berburu barang bekas, sebaiknya datang lebih awal, sekitar pukul 06.00 pagi. Karena semakin siang, pasar ini akan semakin padat oleh para pemburu pakaian bekas. Tidak heran karena pelanggan TP Pagi berasal dari berbagai kalangan, mulai dari kelas menengah, turis, atau mahasiswa.
“Di Tugu Pahlawan kita para triftener bagai berada di pusat mode pakaian bekas, karena setelah puas berburu pakaian bekas, kita bisa mengisi perut dan menyantap aneka sajian di pasar ini. Pilihannya banyak, seperti lontong balap, batagor, soto, lumpia dan lain-lain,” kelakarnya.
Namun belakangan pasar thrifting ini terancam ditiadakan karena larangan pemerintah yang tidak lagi mengizinkan masuknya pakaian bekas import ke tanah air. Alasannya thrifting berbeda dengan garage sale dan preloved, tetapi hampir sama dengan awul-awul, merupakan sebuah tren membeli baju bekas impor yang seiring dengan ngetrennya aktivitas mengumpulkan pakaian bekas bermerek. Importasi baju bekas dari luar negeri semakin marak di dalam negeri.
Tren dengan istilah thrifting itu juga menjamur di e-commerce hingga media sosial. Untuk itu Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki saat di Surabaya (13/3) lalu menyatakan pihaknya akan menegur e-commerce yang mewadahi penjualan baju impor bekas tersebut, sedangkan untuk media sosial itu agak susah.
Berdasarkan data laporan Populix bahwa social commerce (online) lewat platform media sosial semakin diminati oleh masyarakat Indonesia.
TikTok Shop menjadi platform media sosial yang paling sering digunakan untuk berbelanja online di Indonesia. Jumlahnya mencapai 45 persen, disusul WhatsApp (21 persen), Facebook Shop (10 persen), dan Instagram Shopping (10 persen) dengan rata-rata uang yang dihabiskan untuk belanja online lewat media sosial adalah sekitar Rp275.000 setiap bulannya.
Larangan dari pemerintah ini sesuai aturan terkait pelarangan impor baju bekas dari luar negeri tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
“Larangan tersebut pada tahun ini kembali ramai karena tren thrifting menggerus pasar UMKM dalam negeri dan berdampak menurunkan lapangan kerja, yang mana tidak sejalan dengan gerakan bangga buatan Indonesia,” ujar Teten. (zaz/hen)
Load more