Kisah Pejuang Terakhir Pertempuran Lima Hari di Semarang yang Tutup Usia
- Tim tvOne - Didiet Cordiaz
Setelah Pertempuran Lima Hari di Semarang selesai, dirinya mendapat kabar bahwa Jepang telah menyiarkan kepada tentara Belanda aksinya bersama komandannya.
Mendengar cerita itu, Belanda kemudian memburu Sayuto dan Hoeri.
Mereka berdua kemudian bersembunyi di wilayah Mranggen Demak, tepatnya di Girikusumo. Namun, penyerangan Belanda gagal karena salah menentukan lokasi pengeboman persembunyian Sayuto-Hoeri.
Informasi yang diperoleh, tentara Belanda saat itu hendak mengebom pondok pesantren yang menjadi tempat persembunyian Sayuto-Hoeri.
Namun, salah sasaran dan yang dibom ternyata adalah Pasar.
Ketua LVRI Kota Semarang Minta Generasi Muda Serapi Perjuangan Masa Lalu.
Peperangan melawan penjajah menjadi momen penting yang harus terus diingat sebagai bangsa. Hal ini merupakan tombak bangsa bisa meraih kemerdekaannya.
Ketua LVRI Kota Semarang, Bambang Priyoko meminta kepada generasi muda bangsa untuk bisa menyerap perjuangan para pejuang dan pahlawan dalam mengusir para penjajah.
Menurutnya bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya.
“Perjuangan masa lalu sangat mahal untuk merebut kemerdakaan ini. Mereka betul-betul toh (menyerahkan) nyawa, jiwa raganya untuk negara. Dan generasi muda harus mengambil nilai sarinya bahwa nilai semangat juang 45 itu harus kita lanjutkan. Kalau sekarang tidak melawan musuh, bisa melawan untuk kesejahteraan masyarakat,” paparnya.
Dirinya menjelaskan, bukti pedang yang berhasil dirampas oleh Hoeri dan digunakan Sayuto untuk membasmi penjajah masih disimpan oleh keluarga Hoeri.
Pedang itu rencananya akan dimusiumkan saat memperingati hari veteran.
Hoeri selama ini menjaga baik-baik katana dan kenangan masa perang itu di rumahnya yang tenang. Sedangkan Sayuto telah meninggal di usia 85 tahun pada 3 Juni 2007 lalu dan menitipkan pedang itu ke Hoeri sebagai warisan perjuangan. (Dcz/Dan)
Load more