Kasus Perundungan di SMPN 19 Tangsel, Komnas PA Banten Minta Pihak Sekolah Turut Diseldiki
- Antara
tvOnenews.com - Kasus dugaan perundungan yang menyebabkan seorang siswa berinisial MH meninggal dunia, terus menuai sorotan berbagai pihak. Kali ini dating dari Komnas Perlindungan Anak Provinsi Banten.
Ketua Komnas PA Provinsi Banten Hendry Gunawan di Kota Serang, Selasa menegaskan bahwa temuan tersebut merujuk langsung pada mandat perlindungan anak dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014.
Ia menyebut Pasal 54 Ayat (1) dan (2) UU Perlindungan Anak mengatur kewajiban satuan pendidikan memberi perlindungan penuh dari kekerasan fisik, psikis, dan kejahatan lainnya.
“Faktanya kekerasan terhadap MH, berdasarkan informasi keluarga dan pengakuan korban semasa hidup, telah terjadi berulang sejak masa MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah). Ini menunjukkan sekolah gagal menciptakan lingkungan yang aman dan gagal mendeteksi atau menindaklanjuti gejala awal perundungan,” kata Hendry.
Pelanggaran hak MH berlangsung secara sistematis sebagaimana diatur Pasal 9 Ayat (1a) UU yang sama, yang menegaskan setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kekerasan antar peserta didik. Ia menilai sekolah mengetahui atau seharusnya mengetahui pola kekerasan tersebut namun tidak melakukan intervensi efektif.
“Kelalaian bukan hanya pada insiden terakhir, tetapi kegagalan membangun sistem pencegahan, deteksi dini, dan penanganan yang memadai,” ujarnya.
Atas dugaan kelalaian ini, Komnas Perlindungan Anak Banten mendorong agar aspek tanggung jawab pihak sekolah turut diselidiki secara hukum. Menurut Hendry, langkah tersebut penting untuk memastikan akuntabilitas dan perubahan kebijakan perlindungan anak di sekolah.
Ia menyebut sanksi yang dapat dijatuhkan meliputi pembinaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), pekerjaan sosial, dan pendampingan psikologis intensif.
“Prinsipnya, proses hukum harus berfokus pada pemulihan dan pencegahan agar tindakan serupa tidak terulang,” ucapnya.
Komnas Perlindungan Anak Banten juga menyoroti lemahnya implementasi regulasi perlindungan anak di sekolah, terutama terkait peran Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK). Hendry menegaskan perlunya SOP Anti-Perundungan yang wajib dimiliki setiap sekolah dan disosialisasikan secara menyeluruh kepada warga sekolah.
Ia mendorong agar TPPK difungsikan secara aktif oleh guru, konselor, dan perwakilan siswa untuk mendeteksi dan menangani potensi kekerasan. Selain itu, ia menekankan perlunya sanksi administratif tegas bagi sekolah yang lalai menangani laporan kekerasan.
Load more