Solo, tvOnenews.com - Presiden ke-7 RI Joko Widodo menegaskan bahwa urusan maaf-memaafkan tidak boleh dicampuradukkan dengan proses hukum dalam kasus tudingan ijazah palsu yang tengah bergulir.
Pernyataan tersebut disampaikan Jokowi saat ditemui di Solo, Jawa Tengah, di tengah proses hukum yang melibatkan belasan nama terlapor.
Menurut Jokowi, maaf merupakan urusan personal sebagai manusia biasa, sementara proses hukum harus tetap berjalan sesuai aturan.
Ia menyebut jika ada ruang untuk memaafkan secara pribadi, hal itu dapat dilakukan, namun tidak akan memengaruhi jalannya penegakan hukum.
Sikap tersebut mencuat usai pertemuan Jokowi dengan Ketua Umum Bara JP, Willem Frans Ansanay, di Solo pada 23 Desember lalu.
Dalam pertemuan itu, Willem menyampaikan bahwa dari total 12 orang terlapor dalam kasus tudingan ijazah palsu, terdapat tiga orang yang disebut-sebut tidak akan mendapatkan maaf dari Jokowi. Namun, identitas ketiga nama tersebut tidak dirinci ke publik.
Hingga saat ini, Bareskrim Polri telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dari total 12 nama yang dilaporkan. Mereka adalah Egi Sujana, Kurnia Triroyani, M. Rizal Fadilah, Rustam Effendi, Damai Hari Lubis, Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Ti Fauziah Tiasuma.
Sementara itu, proses hukum masih terus berjalan. Pemerintah Kota Sibolga dan aparat penegak hukum menegaskan bahwa penanganan perkara tetap berada di ranah penyidik dan penuntut umum.
Sejumlah pihak juga mengajukan permohonan uji laboratorium forensik independen terhadap dokumen yang disengketakan.
Perbedaan pandangan antara pihak pelapor dan terlapor masih mengemuka, termasuk terkait keaslian dokumen dan mekanisme pembuktian.
Namun, aparat penegak hukum menegaskan bahwa penentuan benar atau tidaknya tudingan tersebut akan diputuskan melalui proses hukum hingga berkekuatan hukum tetap.
Kasus ini pun terus menjadi perhatian publik, mengingat implikasinya yang luas serta pernyataan para pihak yang dinilai berpotensi memengaruhi persepsi masyarakat.