Jakarta, tvOnenews.com - Amuk warga Pulau Rempang pecah dalam aksi penolakan relokasi dan penggarapan proyek strategis nasional di kawasan Rempang, Batam, Kepulauan Riau.
Kekisruhan ini terjadi saat petugas BP Batam hendak memasuki kawasan Pulau Rempang untuk melakukan pengukuran lahan dan pemasangan patok.
Saling melempar dan bentrok antara warga dengan aparat pun tak terhindarkan.
Warga berusaha memblokade jalan untuk mencegah masuknya petugas gabungan, mulai dari Jembatan 4 hingga gapura masuk menuju ke Pulau Rempang.
Blokade jalan dilakukan diantaranya dengan cara membakar ban dan batang pohon di tengah jalan.
Situasi kala itu semakin memanas petugas kepolisian terpaksa menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa.
Namun akibat tembakan gas air mata itu menyebabkan anak-anak yang saat itu berada di dalam lingkungan sekolah dasar yang tengah belajar harus dievakuasi.
Belasan diantaranya dibawa ke RSUD aman karena terdampak serius gas air mata.
Empat hari berselang warga pun kembali menyuarakan penolakannya kali ini mereka mendatangi Kantor BP Batam. Kericuhan pun kembali terjadi.
Konflik agraria di Pulau Remang menjadi pemicu warga meradang, lahan seluas 7.572 hektar di Pulau ini menjadi target lahan proyek strategis nasional dan akan dibangun pabrik kaca milik perusahaan China Xinyi Group dalam kawasan Rempang Ecopark.
Kerjasama ini pun diperkirakan akan mampu menarik investasi hingga ratusan triliun rupiah.
Namun di balik rencana tersebut pemerintah dan investor harus berhadapan dengan warga yang tinggal di 16 kampung adat Melayu. Mereka menolak keras pembangunan proyek tersebut.
Dari informasi yang kami peroleh, masyarakat adat yang tinggal di pulau rempang ini telah menetap secara turun-temurun sejak tahun 1834.
Namun keberadaan mereka tampaknya menjadi kendala pembangunan proyek strategis pemerintah, sehingga relokasi dianggap sebagai cara jitu untuk memuluskan rencana investasi pemerintah
Suasana mencekam masih terasa saat Tim tvOnenews masuk lebih dalam ke lokasi dimana warga Pulau Rempang bentrok dengan aparat keamanan seminggu yang lalu.
Pantauan Tim tvOnenews, kampung Sembulang yang lokasinya tepat berada di wilayah pesisir bak kampung mati.
Leha, warga asli dari kampung adat Melayu di kampung ini sudah kalut dan mencurahkan isi hatinya kepada Tim tvOnenews, mengingat dalam waktu dekat ini diri dan keluarganya harus segera angkat kaki dari kampung yang menjadi tanah kelahirannya itu.
Namun Leha mengaku ia masih ingin mempertahankan rumahnya semampu yang ia bisa.
Ia tentunya berharap ada solusi yang bisa menjadi jalan tengah atas kasus ini dengan begitu mimpi buruk yang selama ini menghantui Leha mengenai relokasi tersebut tak benar-benar terjadi.
Dirinya mengaku sedih dengan keadaan yang terjadi karena dirinya sudah turun-temurun tinggal di kampung tersebut.
Tak pernah terbersit sedikitpun dalam pikiran Leha ganti rugi yang dirinya akan terima sebagai kompensasi rumah yang harus mereka tinggalkan.
Jika dirinya terpaksa harus meninggalkan tanah kelahirannya itu dirinya bahkan tak peduli lagi seberapa besar rumah baru yang akan ia tempati dan banyaknya uang yang akan dirinya dapatkan.
Setelah angkat kaki dari rumahnya. Leha hanya mengharapkan adanya keadilan yang sebenarnya terjadi kepada dirinya dan warga Kampung Sembulang lainnya.
“Ibu tetap mempertahankan rumah Ibu,” tutur Leha kita ditanya jika dirinya ingin bicara pada pemerintah. (awy)