Menyelamatkan Hutan Tropis Indonesia – Antara Ilmu, Iman, dan Kolaborasi Global
- Freepik - Istimewa
Nilai Spiritual dan Peran Pemimpin Agama: Jembatan yang Terlupakan
1. Kearifan Lokal Masyarakat Adat
Perlindungan hutan tidak bisa mengabaikan kearifan lokal. Dalam penelitian penulis di Kalimantan Tengah, kami menemukan komunitas Dayak yang menjaga hutan adat dengan ketat. Mereka percaya hutan adalah ‘rumah’ leluhur.
Menebang pohon besar tanpa ritual tabu adalah dosa. Hasilnya, hutan adat di Kalimantan memiliki tingkat deforestasi 50% lebih rendah dibanding kawasan konsesi perusahaan (Studi AMAN, 2021).
2. Interfaith Rainforest Initiative (IRI): Sinergi Agama dan Lingkungan
Pada 2020, saya bergabung dengan Interfaith Rainforest Initiative (IRI)—aliansi global yang melibatkan pemimpin agama dari Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan Konghucu untuk melindungi hutan tropis. Agama memiliki kekuatan mobilisasi massal. Jika pesan lingkungan disampaikan melalui khotbah, ia akan menyentuh hati.
Contoh konkret terjadi di Riau, di mana ulama setempat mengeluarkan fatwa haram membakar hutan pada 2019. Hasilnya, kebakaran di daerah tersebut turun 35% dalam dua tahun (Data BNPB). Di Bali, pendeta Hindu menggiatkan ritual Tumpek Wariga—hari penghormatan pada pohon—sebagai sarana edukasi konservasi.
3. Spiritualitas sebagai Fondasi Perubahan
Penulis menceritakan pengalaman inspiratif di Suku Samin, Jawa Tengah. Mereka awalnya menolak program reboisasi karena curiga pada motif pemerintah. Setelah pendekatan melalui nilai-nilai ‘laras’ (keseimbangan alam), mereka justru menjadi penjaga hutan paling gigih. Pada 2023, masyarakat Samin berhasil merehabilitasi 500 hektar lahan kritis.
Jalan ke Depan: Strategi Menyelamatkan Hutan Tropis Indonesia
1. Memperkuat Pendidikan Lingkungan Berbasis Agama
Pendidikan berbasis agama memiliki potensi besar untuk menanamkan kesadaran lingkungan sejak dini. Di Indonesia, lebih dari 230 juta penduduk menganut agama, dan lembaga keagamaan seperti pesantren, gereja, dan sekolah minggu memiliki jaringan yang luas hingga ke pelosok desa.
a. Mengintegrasikan Etika Lingkungan ke dalam Kurikulum
· Pesantren: Pesantren dapat memasukkan materi tentang fiqh al-bi’ah (hukum lingkungan) dalam kurikulum. Misalnya, mengajarkan bahwa merusak hutan adalah tindakan haram karena bertentangan dengan prinsip khalifah fil ardh (penjaga bumi).
· Seminari dan Sekolah Minggu: Gereja dapat mengadakan program “Sekolah Alam” yang mengajarkan nilai-nilai Alkitab tentang penciptaan dan tanggung jawab manusia terhadap alam.
Load more